Senin, 15 Februari 2010

Hukuman bagi orang yang berzina,,,



Sebuah kutipan tentang kehidupan manusia yang jarang di ketahui oleh orang yang ,,,,,









                wallahua'llambishowabb,,,,moga kita bukan orang - orang yang lalai akan perintahnya,,,

Hukuman bagi orang yang berzina,,,,

Dalil dari Al-Qur’an adalah: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Israa’: 32) 

Ketika disebut bahwa hukuman zina adalah 100 kali dera bagi yang belum menikah dan rejam bagi yang berkeluarga, banyak orang yang belum beriman merasa bahwa hukuman Islam itu kejam.
Padahal jika dipikir, Allah telah memberi banyak kelonggaran. Allah telah memperingatkan untuk tidak mendekati zina. Allah menghalalkan pernikahan. Jika tak cocok, Allah juga mengizinkan (meski Allah membenci perceraian) orang bercerai untuk kemudian menikahi orang yang dia inginkan. Allah bahkan mengizinkan seorang Lelaki untuk beristeri sampai dengan 4 asal dia adil dan memberi nafkah seluruh isterinya lahir dan batin.

Jadi kenapa harus berzina? Kalau tidak berzina, maka hukuman yang keras itu tidak akan diterapkan bukan?
Tapi kalau hukuman zina sangat ringan, maka perzinaan merajalela. Berbagai penyakit seperti GO, Rajasinga, bahkan AIDS yang mematikan bukan saja menimpa sang pelaku zina, tapi juga pasangan dan bayinya yang tidak berdosa.

Betapa banyak pembunuhan atau pertengkaran yang terjadi karena zina atau cemburu buta. Seorang wanita yang hamil 6 bulan dibunuh oleh “kekasihnya” setelah dia minta pertanggung-jawaban agar dinikahi. Berapa banyak lelaki yang memperkosa perempuan yang masih dibawah umur 5 tahun, bahkan memperkosa anak kandungnya sendiri.
Itulah keruntuhan moral yang terjadi karena manusia enggan melaksanakan hukum Allah karena lemahnya iman mereka.

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” [An Nuur:2]

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a katanya: Seorang lelaki dari kalangan orang Islam datang kepada Rasulullah s.a.w ketika baginda sedang berada dimasjid. Lelaki itu memanggil baginda s.a.w, wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku telah melakukan zina, Rasulullah s.a.w berpaling darinya dan menghadapkan wajahnya ke arah lain. Lelaki itu berkata lagi kepada baginda, wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku telah melakukan zina, sekali lagi Rasulullah s.a.w berpaling daripadanya. Perkara itu berlaku sebanyak empat kali. Apabila dia mengaku ke atas dirinya sampai empat kali, akhirnya Rasulullah s.a.w memanggilnya dan bersabda:

Adakah kamu gila? Lelaki itu menjawab: Tidak, Rasulullah s.a.w bertanya lagi: Apakah kamu sudah berkahwin atau berumahtangga? Lelaki itu menjawab: Ya. Maka Rasulullah s.a.w bersabda kepada para sahabatnya: Bawalah dia pergi dan laksanakanlah hukuman rejam ke atas dirinya” [Bukhori-Muslim]

“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a katanya: Sesungguhnya Nabi s.a.w bertanya kepada Maiz bin Malik. Apakah benar berita yang sampai kepadaku mengenai dirimu itu? Beliau bertanya pula kepada Rasulullah s.a.w, berita apakah itu? Rasulullah s.a.w menjawab dengan bersabda: Aku mendengar bahawa kamu telah melakukan zina dengan seorang hamba perempuan sianu. Ma’iz bin Malik menjawab: Memang benar. Bahkan dia sendiri mengaku sampai empat kali, bahawa dia memang melakukan zina. Akhirnya Rasulullah s.a.w memerintahkan supaya dilaksanakan hukuman rejam ke atasnya” [Bukhori-Muslim]

MENJALANKAN HUKUM REJAM

(1) Hukuman rajam bagi lelaki yang salah hendaklah dijalankan hukuman itu dalam keadaan berdiri tanpa diikat dan tidak ditanam, sambil berdiri tanpa diikat dan tidak ditanam, adanya laporan saksi atau dengan iqrar (pengakuan), kerana Rasulullah saw tidak menanam Ma’iz bin Malik, dan dua orang Yahudi ketika dijalakan hukuman rajam ke atas mereka itu.
(2) Pezina-pezina perempuan yang dijatuhkan hukuman rajam hendaklah ditanam sebagian badannya, jika kesalahan itu disabitkan dengan saksi. Cara menjalankan hukuman rajam ke atas Pezina-pezina perempuan sebagaimana tersebut adalah merujuk hadis Rasulullah saw yang diriwayatkan daripada Abi Bakrah daripada Bapanya katanya:-Bahawasanya Nabi saw telah merejam seorang perempuan, lalu digalikan lubang hingga ke paras susu perempuan itu untuk merejamnya. – Riwayat Abu Daud
(3) Pezina-pezina perempuan yang dijatuhkan hukuman rajam yang disabitkan kesalahan dengan iqrar (pengakuan perempuan itu) tidak perlu ditanam ketika dijalankan hukuman rejam, tetapi hendaklah diikat pakaian perempuan itu supaya tidak terbuka auratnya.
(4) Mereka yang mati disebabkan rajam, mayat mereka itu hendaklah dimandikan, dikapankan, disembhayangkan dan dikebumikan di perkuburan orang Islam sebagimana Hadis Rasulullah saw yang diriwayatkan daripada Buraidah mengenai mayat Ma”iz b Malik yang mati dirajam sabdanya:
Laksanakanlah mayat Ma’iz itu sebagimana kamu laksanakan mayat-mayat kamu. – Riwayat Ibnu Abi Syaibah.


 



KLASIFIKASI ORANG BERZINA
 
Orang yang berzina adakalanya bikr atau ghairu muhshan (Perawan atau lajang (untuk perempuan) dan perjaka atau bujang (untuk laki-laki)), atau adakalanya muhshan (orang yang sudah beristeri atau bersuami).
Jika yang berzina adalah orang merdeka, muhshan, mukallaf dan tanpa paksaan dari siapa pun, maka hukumannya adalah harus dirajam hingga mati.
Muhshan ialah orang yang pernah melakukan jima’ melalui akad nikah yang shahih. Sedangkan mukallafhukuman. Berdasarkan hadist “RUFI’AL QALAM ’AN TSALATSATIN (=diangkat pena dari tiga golongan)”.  ialah orang yang sudah mencapai usia akil baligh. Oleh sebab itu, anak dan orang gila tidak usah dijatuhi

Dari Jabir bin Abdullah al-Anshari ra bahwa ada seorang laki-laki dari daerah Aslam datang kepada Nabi saw lalu mengatakan kepada Beliau bahwa dirinya benar-benar telah berzina, lantas ia mepersaksikan atas dirinya (dengan mengucapkan) empat kali sumpah. Maka kemudian Rasulullah saw menyuruh (para sahabat agar mempersiapkannya untuk dirajam), lalu setelah siap, dirajam. Dan ia adalah orang yang sudah pernah nikah.

Dari Ibnu Abbas r.a bahwa Umar bin Khattab ra pernah berkhutbah di hadapan rakyatnya, yaitu dia berkata, “Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad saw dengan cara yang haq dan Dia telah menurunkan kepadanya kitab al-Qur’an. Di antara ayat Qur’an yang diturunkan Allah ialah ayat rajam, kami telah membacanya, merenungkannya dan menghafalkannya. Rasulullah saw pernah merajam dan kami pun sepeninggal Beliau merajam (juga). Saya khawatir jika zaman yang dilalui orang-orang sudah berjalan lama, ada seseorang mengatakan, “Wallahi, kami tidak menjumpai ayat rajam dalam Kitabullah.” Sehingga mereka tersesat disebabkan meninggalkan kewajiban yang diturunkan Allah itu, padahal ayat rajam termaktub dalam Kitabullah yang mesti dikenakan kepada orang yang berzina yang sudah pernah menikah, baik laki-laki maupun perempuan, jika bukti sudah jelas, atau hamil atau ada pengakuan.” (Mutafaqun ’alaih: Fathul Bari XII: 144 no: 6830, Muslim III: 1317 no 1691, ‘Aunul Ma’bud XII: 97 no: 4395, Tirmidzi II: 442 no: 1456). 

HUKUMAN BUDAK YANG BERZINA
 
Apabila yang berzina adalah budak laki-laki ataupun perempuan, maka tidak perlu dirajam. Tetapi cukup didera sebanyak lima puluh kali deraan, sebagaimana yang ditegaskan firman Allah swt:
“Dan apabila mereka Telah menjaga diri dengan kawin, Kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami.” (QS An-Nisaa: 25)
Dari Abdullah bin Ayyasy al-Makhzumi, ia berkata, “Saya pernah diperintah Umar bin Khattab ra (melaksanakan hukum cambuk) pada sejumlah budak perempuan karena berzina, lima puluh kali, lima puluh kali cambukan.”

ORANG YANG DIPAKSA BERZINA TIDAK BOLEH DIDERA
 
Dari Abu Abdurahhman as-Silmi ia berkata: “Umar bin Khatab ra pernah dibawakan seorang perempuan yang pernah ditimpa haus dahaga luar biasa, lalu ia melewati seorang penggembala, lantas ia minta air minum kepadanya. Sang penggembala enggan memberikan air minum, kecuali ia menyerahkan kehormatannya kepada seorang penggembala. Kemudian terpaksa ia melaksanakannya. Maka (Umar) pun bermusyawarah dengan para sahabat untuk merajam perempuan itu, kemudian Ali ra menyatakan, ‘Ini dalam kondisi darurat, maka saya berpendapat hendaklah engkau melepaskannya.’ Kemudian Umar melaksanakannya.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2313 dan Baihaqi VIII: 236). 

HUKUMAN BIKR (PERAWAN ATAU PERJAKA) YANG BERZINA
 
Allah swt berfirman:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS An-Nuur: 2).
Dari Zaid bin Khalid-al-Juhanni ra, ia berkata, “Saya pernah mendengar Nabi saw mnyuruh orang yang berzinayang belum pernah kawin didera seratus kali dan diasingkan selama setahun.”
Dari Ubadah bin Shamit ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Ambillah dariku, ambillah dariku; sungguh Allah telah menjadikan jalan (keluar) untuk mereka; gadis (berzina) dengan jejaka dicambuk seratus kali cambukan dan diasingkan setahun, dan duda berzina dengan janda didera seratus kali didera dan dirajam.” (Shahih: Mukthashar Muslim no: 1036, Muslim III: 1316 no: 1690, ’Aunul Ma’bud XII: 93 no: 4392, Tirmidzi II: 445 no: 1461 dan Ibnu Majah II: 852 no: 2550). 

DENGAN APA HUKUM HAD SAH DILAKSANAKAN?
 
Hukum had dianggap sah dilaksanakan dengan dua hal: pertama, pengakuan dan kedua, disaksikan oleh para saksi. (Fiqhus Sunnah III: 352).
Adapun pengakuan, didasarkan pada waktu Rasulullah saw yang pernah merajam Ma’iz dan perempuan al-Ghamidiyah yang keduanya mengaku telah berzina:
Dari Ibnu Abbas ra. berkata, “Tatkala Ma’iz bin Malik dibawa kepada Nabi saw, maka Beliau bertanya kepadanya, “Barangkali engkau hanya mencium(nya) atau meraba(nya) dengan tanganmu atau sekedar melihat(nya) ?” Jawabnya, “Tidak, ya Rasulullah.” Tanya Beliau (lagi), “Apakah engkau telah melakukan sesuatu yang tidak layak diutarakan dengan terus terang?” Maka ketika itu, Beliau menyuruh merajamnya.” 

Dari Sulaiman bin Buraidah dari bapaknya ra bahwa seorang perempuan dari daerah Ghamid dari suku al-Azd datang kepada Nabi saw lalu mengatakan, “Ya Rasulullah, sucikanlah diriku!” Maka sabda Beliau, “Celaka kamu. Kembalilah, lalu beristighfarlah dan bertaubatlah kepada-Nya!” Kemudian ia berkata (lagi), “Saya melihat engkau hendak menolakku, sebagaimana engkau telah menolak Ma’iz bin Malik.” Beliau bertanya kepadanya, “Apa itu?” Jawabnya, “Sesungguhnya saya telah hamil karena berzina.” Tanya Beliau. “Kamu?” Jawabnya, “Ya.” Maka sabda Beliau kepadanya, “(Pulanglah) hingga engkau melahirkan (bayi) yang di perutmu.” Kemudian ada seseorang sahabat dari kawan Anshar yang mengurusnya hingga ia melahirkan bayinya, lalu ia data kepda Nabi saw dan menginformasikan kepada Beliau bahwa perempuan al-Ghamidiyah itu telah melahirkan. Maka beliau bersabda, “Kalau begitu, kami tidak akan segera merajamnya dan kami tidak akan biarkan anaknya yang masih kecil, tidak ada yang menyusuinya.” Kemudian ada seorang sahabat Anshar bangun lantas berkata, “Ya Nabiyullah, saya akan menanggung penyusuannya.” Kemudian Beliau pun merajamnya. (Shahih: Mukhtashar Muslim no: 1039, Muslim III: 1321 no: 1695).
Jika yang bersangkutan ternyata meralat pengakuannya, maka tidak boleh dijatuhi hukuman. Hal ini merujuk pada hadist Nu’aim bin Huzzal: 

Adalah Ma’iz bin Balik seorang anak yatim yang dulu berada di bawah asuhan ayahku (yaitu Huzzal), kemudian ia pernah berzina dengan seorang budak perempuan dari suatu kampung … sampai pada perkataannya “Kemudian Nabi Saw menyuruh agar Ma’iz dirajam. Lalu dikeluarkanlah Ma'iz ke Padang Pasir. Tatkala dirajam, ia merasakan sakitnya lemparan batu yang menimpa dirinya, kemudian bersedih hati, lalu ia melarikan diri dengan cepat, lantas bertemu dengan Abdullah bin Unais. Para sahabatnya tidak mampu (menahannya) . Kemudian Abdullah bin Unais mencabut tulang betis unta, lalu dilemparkan kepadanya hingga ia meninggal dunia. Kemudian Abdullah bin Unais datang menemui Nabi saw lalu melaporkan kasus tersebut kepadanya, maka Rasulullah berkata kepadanya, “Mengapa kamu tidak biarkan ia, barangkali ia bertaubat lalu Allah menerima taubatnya.”

HUKUM ORANG YANG MENGAKU PERNAH BERZINA DENGAN SI FULANAH
 
Apabila seseorang mengaku bahwa dirinya telah berzina dengan fulanah, maka laki-laki yang mengaku tersebut harus dijatuhi hukuman. Kemudian jika si perempuan, rekan kencannya, mengaku juga, maka ia harus dijatuhi hukuman juga. Jika ternyata si perempuan tidak mau mengakui, maka ia (si perempuan) tidak boleh dijatuhi hukuman.
Dari Abu Hurairah dan Zaid bin Khalid ra bahwa ada dua orang laki-laki yang saling bermusuhan datang kepada nabi saw lalu seorang di antara keduanya menyatakan, “Ya Rasulullah, putuskanlah di antara kami dengan Kitabullah!” Yang satunya lagi --yang paling mengerti di antara mereka berdua-- berkata, “Betul, ya Rasulullah, putuskanlah di antara kami dengan Kitabullah, dan izinkanlah saya untuk mengutarakan sesuatu kepadamu.” Jawab Beliau, "Silakan utarakan!" Ia melanjutkan pengutaraannya, “Sesungguhnya anakku ini adalah seorang pekerja yang diberi upah oleh orang ini, lalu ia pun berzina dengan isterinya. Lalu orang-orang menjelaskan kepadaku bahwa anaku harus dirajam. Oleh sebab itu, saya telah menebusnya dengan memberikan seratus ekor kambing dan seorang budak wanitaku. Kemudian saya pernah bertanya kepada orang-orang alim, lalu mereka menjelaskan kepadaku bahwa anakku harus didera seratus kali dan diasingkan selama setahun lamanya. Sedangkan rajam hanya ditimpahkan kepada isteri ini.” Maka Rasulullah saw bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggamannya, saya akan benar-benar memutuskan di antara kalian berdua dengan Kitabullah; adapun kambing dan budak perempuanmu itu maka dikembalikan (lagi) kepadamu.” Beliau pun mendera anaknya seratus kali dan mengasingkannya selama setahun. Dan Beliau juga menyuruh Unais al-Aslam agar menemui isteri orang pertama itu; jika ia mengaku telah berzinadengananak itu, maka harus dirajam. Ternyata ia mengaku, lalu dirajam oleh Beliau.

HUKUM HAD HARUS DILAKSANAKAN BILA SAKSINYA KUAT
 
Allah swt berfirman:
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (QS An-Nuur: 4)
Apabila ada empat laki-laki muslim yang merdeka lagi adil menyaksikan dzakar (penis) si fulan masuk ke dalam farji (vagina) si fulanah seperti pengoles celak mata masuk ke dalam botol tempat celak, dan seperti timba masuk ke dalam sumur, maka kedua-duanya harus dijatuhi hukuman.
Manakalah tiga saja yang mengaku menyaksikan, sedang yang keempat justru mengundurkan diri dari kesaksian mereka, maka yang tiga orang itu harus didera dengan dera tuduhan sebagimana yang telah dipaparkan ayat empat An-Nuur itu, dan berdasarkan riwayat berikut: 

Dari Qasamah bin Zuhair, ia bercerita: Tatkala antara Abu Bakrah dengan al-Mughirah ada permasalahan tuduhan zina yang dilaporkan kepada Umar ra maka kemudian Umar minta didatangkan saksi-saksinya, lalu Abu Bakrah, Syibl bin Ma’bad, dan Abu Abdillah Nafi’ memberikan kesaksiannya. Maka Umar ra pada waktu mereka bertiga usai memberikan kesaksiannya, berkata, "Permasalah Abu Bakrah ini membuat Umar berada dalam posisi yang sulit." Tatkala Ziyad datang, dia berkata, "(Hai Ziyad), jika engkau berani memberikan kesaksian, maka insya Allah tuduhan zina itu benar." Maka kata Ziyad, "Adapun perbuatan zina, maka aku tidak menyaksikan dia berzina. Namun aku melihat sesuatu yang buruk." Makakata Umar, “Allahu Akbar, hukumlah mereka.” Kemudian sejumlah sahabat mendera mereka bertiga. Kemudian Abu Bakrah seusai dicambuk oleh Umar menyatakan, “(Hai Umar), saya bersaksi bahwa sesungguhnya dia (al-Mughirah) berzina.” Kemudian, segera Umar ra hendak menderanya lagi, namun dicegah oleh Ali ra seraya berkata kepada Umar, “Jika engkau menderanya lagi, maka rajamlah rekanmu itu.” Maka Umar pun membatalkan niatnya dan tidak menderanya lagi.”
   
HUKUM ORANG BERZINA DENGAN MAHRAMNYA
 
Barangsiapa yang berzina dengan mahramnya, maka hukumnya adalah dibunuh, baik ia sudah pernah nikah ataupun belum. Dan apabila ia telah mengawini mahramnya, maka hukumannya ia harus dibunuh dan hartanya harus diserahkan kepada pemerintah.
Dari al-Bara’ ra, ia bertutur, “Saya pernah berjumpa dengan pamanku yang sedang membawa pedang, lalu saya tanya, ‘(Wahai Pamanda), Paman hendak kemana?’ jawabnya, ‘Saya diutus oleh Rasulullah saw menemui seorang laki-laki yang telah mengawini isteri bapaknya sesudah ia meninggal dunia, agar saya menebas batang lehernya dan menyita harta bendanya.’

HUKUM ORANG YANG MENYETUBUHI BINATANG
 
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang menyetubui binatang ternak, maka hendaklah kamu bunuh dia dan bunuh (pula) binantang itu.”

HUKUMAN ORANG YANG MELAKUKAN LIWATH, HOMOSEKSUAL
 
Apabila seorang laki-laki memasukkan penisnya ke dalam dubur laki-laki yang lain, maka hukumannya adalah dibunuh, baik keduanya sudah pernah menikah taupun belum.
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda: “Siapa saja yang kalian jumpai melakukan perbuatan kaum (Nabi) Luth, maka bunuhlah fa’il (pelakunya) dan maf’ulbih (korbannya).”


WALLA HUA'LLAMBISHOWAB,,,,,



 


wait you,,,,,coment!! 




Selasa, 09 Februari 2010

PROPOSAL PENELITIAN Ku,,,

nah nie dia,,,


 


moga bermanfaat yac,,,
PENERAPAN PENDEKATAN SETS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA SUB POKOK BAHASAN TUMBUHAN DI SMA NEGERI I HAURGEULIS


PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat dalam Pembuatan Skripsi Jenjang Sarjana
( SI ) Pada Program Studi IPA Biologi










Di Susun oleh :


C A S I N I
06460878


DEPARTEMEN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
CIREBON
2009

KATA PENGANTAR

Alhamdullilah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal ini. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya dan kita selaku umatnya.
Dalam penulisan proposal ini, penulis menyadari bahwa terselesainya proposal ini tidak terlepas dari Nur Ilahi Rabbi, serta banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak yang dapat di lupakan. Patutlah di sini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan tak terhingga kepada yang terhormat :
  1. Prof. H. M. Imron Abdullah, M.Ag, ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri ( STAIN ) Cirebon.
  2. Dari. H. Abdulatif, M.Pd, ketua Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri ( STAIN ) Cirebon.
  3. Djohar Maknun, M.Si, ketua program Studi Tadris IPA Biologi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri ( STAIN ) Cirebon.
  4. Semua Dosen STAIN Cirebon, yang telah membimbing dan mendidik penulis selama kuliah
  5. Kawan-kawan mahasiswa / mahasiswi Biologi yang telah memberikan motivasi, sehingga terselesainya proposal ini.
  6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian proposal ini. Khususnya yang telah membantu secara moril maupun materil.
Karena keterbatasan, penulis tidak dapat menyebutkan satu – persatu. Penulis mengakui bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena keterbatasan keilmuan oleh karena itu demi menyempurnakan proposal ini penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak.
Semoga Allah SWT membalas amal kebaikan yang telah di perbuat Bapak/Ibu/Saudara di atas. Amin… !
Dengan rasa bangga hati penulis ucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan proposal ini sehingga terselaisaikan.



                                                                   Cirebon, Juli 2009

                                                                              Casini

                                                                        







DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR. …………………………………………………..1
DAFTAR ISI ……………………………………………………………..3
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………..4
A. Latar Belakang masalah …………………………………………..4
B. Perumusan Masalah ……………………………………………......7
C. Tujuan penelitian ……………………………………………..……8
D. Manfaat Penelitian …………………………………………………8
E. Kerangka Pemikiran ………………………………………………..9
F. Hipotesis ………………………………………………………..…13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Pembelajaran Sains ……………………………………...14
B. Pendekatan SETS …….…………………………………...………21                       
C. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar ………………………………..26
D. Konsep Tumbuhan…………………………………………….…49
BAB III METODE PENELITIAN
A.    Waktu dan tempat penelitian …………………………………….53
B.     Kondisi Umum Wilayah penelitian ………………………..……53
C.    Langkah langkah pelaksanaan penelitian …………………….... 54
a)Sumber  data     ………………………………………………54
b)            Populasi dan Sampel ………………………...…………....54
c)Teknik pengumpulan data      ……………………………..….56
d)           Prosedur Penelitian …………………………………….…58
e)Analisis data  ………………………………………………59
f)      Desain  Penelitian …………………………………….……66

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang masalah
Pendidikan sangat penting dalam kehidupan, oleh karena itu pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Bahkan maju mundurnya suatu masyarakat atau bangsa ditentukan oleh maju dunia pendidikan. Dalam setiap proses pendidikan, peserta didik merupakan komponen yang mempunyai kedudukan ayng paling sentral, dan tidak mungkin suatu proses pendidikan dapat berlangsung tanpa adanya kehadiran peserta didik
Pendidikan merupakan usaha yang di lakukan orang dewasa dalam situasi pergaulan dengan anak – anak melalui proses perubahan yang di alami oleh anak – anak dalam bentuk pembelajaran atau pelatihan, perubahan itu meliputi perubahan pemikiran, perasaan dan ketrampilan. ( Taqiyuddin, 2008:45 ). Selain itu pendidikan merupakan suatu usaha yang di lakukan untuk dapat memperbaiki atau meningkatkan harkat martabat manusia ( Hamdani dan Fuad, 1998 : 93 ).
Masalah pendidikan adalah masalah yang selalu berpusat pada manusia. Tujuan pendidikan terarah kepada manusia dan oleh karena itu tergantung pada arpirasi masyarakat, bangsa dan Negara. Sebagai suatu bangsa dan Negara Indonesia mempunyai tujuan pendidikan sendiri berdasarkan identitasnya sebagia bangsa yaitu pancasila. Misi pendidikan sebagaimana di nyatakan dalam Undang – undang 1945 ialah “ mencerdaskan kehidupan bangsa” ( W.Gulo, 2002 : 41 ).
Untuk mencapai tujuan pendidikan, pada setiap lembaga pendidikan tertentu di susun kurikulum yang berorentasi pada kemampuan yang berorentasi pada kemampuan yang di tuntut oleh tujuan instutisional. Perangkat kemampuan itu di jabarkan dalam sejumlah mata pelajaran yang di kelompok-kelompokan menurut kemmapuan yang di dukungnya. Upaya memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan seakan tidak pernah terhenti. Reformasi pendidikan yakni memperbaiki pola hubungan sekolah dengan lingkunganya dan dengan pemerintah. Pola pengembangan perencanaan serta pola pengembangan pemberdayaan guru.
Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik (Darsono, 2000: 24).Rencana pengajaran adalah rencana guru mengajar mata pelajaran tertentu pada jenjang dan kelas tertentu dalam kegiatan pembelajaran perencanaan program pengajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pengajaran yang di anut dalam kurikulum. Penyusunan program pengajaran sebagai se buah proses disiplin ilmu pengetahuan, realitas, system dan teknologi pembelajaran bertujuan agar pelaksanaan pengajaran berjalan dengan efektif dan efesien. ( Abdul Majid, 2008:18 ).
Dari uraian di atas, pengembangan program di lakukan berdasarkan pendekatan kompetensi. Penggunaan pendekatan ini menunjukan desain program dapat di laksanakan secara efektif dan tepat. Hasil-hasil pembelajaran di nilai dan di jadikan umpan balik untuk mengadakan perubahan terhadap tujuan pembelajaran dan prosedur pembelajaran.
Untuk mencapai pembelaran yang memuaskan teruatama dalam pembelajaran IPA Biologi. Tentu harus ada model atau pendekatan pembelajaran yang tepat. Usaha untuk melakukan perbaikan terhadap hasil belajar siswa, dapat di terapkan pendekatan yang sesuai dengan topiknya. Pendekatan tertentu itu merupakan titik tolak atau sudut pandang kita dalam memandang seluruh masalah yang ada dalam program belajar mengajar ( W.Gulo. 2002: 4 ).
Selain itu untuk meningkatkan prestasi belajar siswa terhadap lingkungan dan masyarakat perlu di lakukan pendekatan pembelajaran SETS. Konsep – konsep yang dapat di kaitkan pada pendekatan pembelajaran SETS salah satunya mengenai pencemaran lingkungan. Di mana konsep tersebut bias di dapatkan siswa melalui kehidupan sehari – harinya. Dengan demikian siswa akan lebih memahaminya.
Melalui pendekatan SETS peserta didik akan dapat dengan segera mengetahui cakupan pendidikan SETS itu sendiri. Tujuan dari di terapkanya pendidikan SETS Juga di tujukan untuk membantu peserta didik mengetahui Sains, perkembangannya dan bagaimana Sains dapat mempengaruhi lingkungan, teknologi dan masyarakat secara timbal balik.
Jadi fokus pengajaran SETS haruslah mengenai bagaimana cara membuat peserta didik agar dapat melakukan penyelidikan untuk mendapatkan pengetahuan yang berkaitan  dengan Sains, lingkunganya. Teknologi dan masyarakat yang saling berkaitan. Dengan demikian peserta didik bisa mengembangkan lebih jauh pengetahuan yang telah mereka peoleh agar dapat menyelesaikan masalah – masalah yang akan timbul di sekitarnya.
Dengan demikian penulis mengharapkan pendekatan pembelaran yang di gunakan ini dapat lebih di pahami oleh peserta didik dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

B. Rumusan masalah
I. Identifikasi masalah
  1. Bagaimanakah cara guru menyampaikan penerapan pendekatan SETS yang baik ?
  2. Bagaimanakah respon siswa terhadap pendekatan SETS yang sudah di terapakan ?
  3. Bagaimanakah aplikasi pendekatan SETS bagi siswa di masyarakat ?
  4. Bagaimanakah peran masyarakat terhadap pensdidikan SETS ?
  5. Apa manfaat SETS bagi siswa dan masyarakat ?
  6. Bagaimana tujuan pendekatan SETS bagi siswa ?
  7. Bagaimana konteks pendekatan SETS di dalam kehidupan masyarakat ?
  8. Hal penting apakah yang harus di ajarkan guru kepada siswa melalui pendekatan SETS ?
II. Batasan masalah
Agar masalah yang di teliti tidak meluas, maka penulis membatasi masalah menjadi :
a.       Peranan guru dalam mengajar dengan menggunakan pendekatan SETS untuk meningkatkan prestasi belajar siswa ?
b.      Respon siswa dengan menggunakan pendekatan SETS terhadap prestasi belaj ar siswa ?
III. Pertanyaan penelitian
  1. Apakah minat siswa yang menggunakan pendekatan SETS dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Tumbuhan  ?
  2. Apakah minat siswa yang tidak menggunakan pendekatan SETS dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Tumbuhan  ?
  3. Adakah ada  perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan pendekatan SETS dengan siswa yang tidak menggunakan pendekatan SETS pada pokok bahasan Tumbuhan  ?

C.    Tujuan penelitian
     Tujuan di lakukanya penelitian ini di antaranya yaitu :
a.       Untuk mengkaji minat siswa yang menggunakan pendekatan SETS dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Tumbuhan?
b.      Untuk mengkaji minat siswa yang tidak menggunakan pendekatan SETS dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Tumbuhan?
c.       Untuk mengkaji adakah perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan pendekatan SETS dengan siswa yang tidak menggunakan pendekatan SETS pada pokok bahasan Tumbuhan?
D.    Manfaat penelitian
Manfaat dengan dilakukannya penelitian ini di antaranya :
1.      Untuk siswa : Penerapan pendekatan SETS di harapkan merupakan suatu pendekatan yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
2.      Untuk Guru :  Penerapan pendekatan SETS di harapkan merupakan suatu pendekatan yang dapat membantu guru dalam meningkatkan pengajaran terhadap peserta didiknya.
3.      Untuk lembaga :  Penerapan pendekatan SETS di harapkan dapat memberikan sumbangan informasi kepada lembaga sebagai sumbangan yang efektif.

E.     Kerangka pemikiran
Pada saat ini kurikulum yang di gunakan yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan  ( KTSP ) maka implementasi pembelajaran pun di sesuaikan dengan kurikulum yang di terapkan. Pembelajaran yang berbasis KTSP yaitu suatu proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan KTSP dalam suatu aktifitas pembelajaran, sehingga peserta didik menguasai seperangkat kompetensi tertentu sebagai interaksi dengan lingkungannya. ( Mulyasa, 2007 : 246 ).
Proses mengajar merupakan pekerjaan yang kompleks dan sifatnya dimensional. Berkenaan dengan proses tersebut guru harus mengusai berbagai pendekatan yang erat hubungannya dengan kegiatan – kegiatan penting dalam pengajaran urutan pembelajaran yang baik selalu melibatkan keputusan guru berdasarkan berbagai tugas. ( Abdul majid, 2008 : 92 )
Guru mempunyai peranan amat penting dalam keseluruhan upaya pendidikan. Bimbingan merupakan bagian terpadu dari keseluruhan upaya pendidikan yang dilakukan agar anak dapat mencapai hasil kegiatan yang optimal. Hal ini dapat diupayakan melalui peningkatan kualifikasi pendidikan, kinerja profesionalisme guru, tentunya diiringi dengan kesejahteraan bagi guru dan pemberian penghargaan. Siswa dapat berhasil dalam pendidikan apabila proses pendidikannya itu berlangsung terus menerus baik di sekolah maupun di dalam keluarga. Tetapi pada akhirnya tidak terlepas pada kompetensi yang dimiliki setiap guru dalam proses pembelajaran.
Belajar merupakan aktivitas atau usaha perubahan tingkah laku yang terjadi pada dirinya atau diri individu. ( Ratna dan Wilis dahar, 1989 : 11 ) Perubahan tingkah laku tersebut merupakan pengalaman- pengalaman baru. Dengan belajar individu mendapatkan pengalaman- pengalaman baru. Perubahan dalam kepribadian yang menyatakan sebagai suatu pola baru dan pada reaksi yang berupa kecakapan.
Mempelajari ilmu Biologi tidak hanya bertujuan menemukan ilmu – ilmu baru yang langsung bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia belaka, akan tetapi ilmu Biologi dapat pula memenuhi keinginan seseorang untuk memahami berbagai peristiwa alam yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, menanamkan metode ilmiah, mengembangkan kemampuan dalam mengajukan gagasan-gagasan dan memupuk ketekunan serta ketelitian bekerja.
Pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat atau sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang akan di ajarkan yang melibatkan siswa baik secara fisik, emosional, intelektual, sesuai tingkat perkembangan siswa. Tidak tepatnya suatu pendekatan, baru akan terbukti dari hasil belajar siswa dengan demikian yang dapat di ketahui adalah hasilnya.
Suatu pendekatan pembelajaran yang akan menghubungkan dalam proses belajar mengajar untuk dapat mengkomunikasikan antara kompetensi siswa dengan konsep yang tersusu dalam kurikulum yaitu penekatan pembelajaran SETS .
Secara mendasar dapat di katakan bahwa melalui pendekatan SETS ini di harapakan agar peserta didik akan memiliki kemampuan memandang sesuatu secara terintegratif dengan memperhatikan keempat dari unsure SETS. Sehingga konsekuensinya, di harapkan agar pengetahuan yang di pahaminya secara mendalam itu akan memungkinkan mereka memanfaatkan pengetahuan yang di miliki dalam kehidupan dan untuk kehidupan setara dengan tingkat pendidikan yang di perolehnya.
   Upaya untuk mengaitkan pengetahuan yang sudah di miliki oleh peserta didik pendekatan SETS ini bisa di kaitkan dengan mata pelajaran Tumbuhan. Pada proses pembelajaran, guru dapat mengangkat isu yang berkembang di masyarakat mengenai Tumbuhan kemudian mencoba mengaitkan ke bentuk teknologi dan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat serta cara pemecahannya dan tindakan positif apa yang dapat dilakukan menanggapi isu tersebut. Siswa akan dituntut berpikir aktif dan kreatif. Pemikiran yang kreatif mendorong siswa menguasai pengetahuan, manfaat dan efek sampingnya.
Sumber belajar pada pembelajaran Tumbuhan tidak hanya berasal dari guru tetapi juga berasal dari lingkungan dan masyarakat, misalnya dari media massa, media elektronik, buku-buku pengetahuan umum serta lingkungan sekitar. Hal ini diperlukan mengingat teknologi informasi berkembang sedemikian cepat dalam menyajikan berbagai macam informasi terkini yang perlu selalu diikuti perkembangannya baik oleh guru maupun siswa.
Dengan demikian proses pembelajaran akan menjadi lebih menarik sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sehingga tujuan dari pembelajaran akan dapat tercapai.



Bagan kerangka pemikiran
Rounded Rectangle: Kurikulum
 























F.   Hipotesis                        
Ho :Tidak  terdapat pengaruh  minat siswa yang  tidak menggunakan    pendekatan SETS  terhadap prestasi belajar siswa pada materi Tumbuhan di SMA 1 Negeri I Haurgeulis?




















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pembelajaran Sains
Konstruktivisme merupakan cara belajar yang menekankan peranan siswa dalam membentuk pengetahuannya sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilitator yang membantu keaktifan siswa tersebut dalam membentuk pengetahuannya. Pengetahuan tidak dapat begitu saja dipindahkan dari otak seseorang (guru) ke kepala orang lain (siswa). Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka. Tanpa pengalaman, seseorang tidak dapat membentuk pengetahuan. Pengalaman disini tidak harus pengalaman fisik, tetapi bisa diartikan juga pengalaman kognitif dan mental. Banyaknya siswa yang salah menangkap apa yang diajarkan oleh gurunya (misconseptions), menunjukkan bahwa pengetahuan itu tidak dapat begitu saja dipindahkan, melainkan harus dikonstruksikan atau paling sedikit diinterpretasikan sendiri oleh siswa.
Dalam proses kontruksi ini, diperlukan beberapa kemampuan:
1. Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalamannya
2. Kemampuan membandingkan, mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan
3. Kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain
Tiap orang harus mengkonstruksi pengetahuan sendiri. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, tetapi proses yang berkembang terus menerus. Beberapa faktor seperti keterbatasan pengalaman kontruksi, struktur kognitif, dapat membatasi pembentukan pengetahuan orang.sebaliknya, situasi konflik atau anomali, akan megembangkan pengetahuan seseorang.
Selama dua puluh tahun terakhir ini, konstruktivisme telah banyak dipakai di Amerika, Eropa dan Australia. Prinsip-prinsipnya adalah:
a.       pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial
b.      pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk bernalar
c.       siswa aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap sesuai dengan konsep ilmiah.
d.      guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.
Prinsip konstruktivisme sangat berbeda dan bahkan bertentangan dengan teori belajar behaviorisme (pelajar dipandang sebagai pasif, butuh motivasi luar, dan dipengaruhi reinforcement / penguatan) dan maturasionisme (pengetahuan tergantung pada tingkat biologis seseorang, umur menjadi norma yang penting bagi perkembangan pengetahuan seseorang)
Dalam bukunya, cooperative learning in the science classroom, Linda Lundgren menyebutkan bahwa unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut.
1. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka ‘tenggelam atau berenang bersama.
2. Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap diri sendiri, dalam mempelajari materi yang dihadapi.
3. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama.
4. Para siswa harus membagi tugas dan berbagai tanggung jawab sama besarnya diantara para anggota kelompok.
5. Para siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
6. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
7. Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Menurut buku Kurikulum Berbasis Kompetensi pedoman pembelajaran ilmu pengetahuan alam atau sains dapat diintisarikan sebagai berikut.
1.  Belajar sains membantu siswa untuk memahami diri, lingkungan, dan alam, serta mendemonstrasikan pemahamannya ketika menyelesaikan masalah. Belajar sains tidak sekedar mempelajari informasi sains berkaitan dengan fakta, konsep, prinsip, hukum dalam wujud ‘pengetahuan deklaratif’ (declarative knowledge), akan tetapi belajar sains juga belajar tentang cara memperoleh informasi, cara dan teknologi (terapan sains), bekerja dalam wujud ‘pengetahuan prosedural’ (procedural knowledge), termasuk kebiasaan bekerja ilmiah dengan menerapkan metode dan sikap ilmiah.
2. Belajar sains memfokuskan kegiatan pada penemuan informasi melalui pengalaman sendiri yang rentang kegiatannya meliputi; mengamati, mengukur, mengajukan pertanyaan, mengelompokkan, merencanakan percobaan, mengendalikan variabel, mengumpulkan dan menata data yang dikehendaki, memecahkan masalah, dan memperjelas pemahaman.
3. Belajar sains memberi kesempatan siswa mengembangkan keterampilan dan pemahaman secara kontekstual dan bermakna. Belajar sains membiasakan sejumlah sikap ilmiah seperti sikap ingin tahu, jujur, bersungguh-sungguh, mau bekerja sama, terbuka dan luwes, tekun dan peduli lingkungan.
4. Belajar sains adalah mengembangkan sejumlah kompetensi adaptif yang sesuai dengan perubahan kondisi saat ini menuju kondisi masa depan, meliputi kemampuan merencanakan dan melaksanakan percobaan, kemampuan memilah, memilih, dan menata informasi, kemampuan menyimpulkan, dan kemampuan mengkomunikasikan serta menyempurnakan temuan.
5. Belajar sains lebih bermakna dengan pengaitan sains dengan teknologi, lingkungan, dan masyarakat beserta segala aspeknya, dengan memperhatikan keseimbangan bahasan tentang unsur-unsur sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat secara berkaitan dan menyatu. Belajar sains memberi peluang terhadap pemikiran lebih mendalam tentang keterkaitan timbal balik antara sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat (salingtemas). Belajar sains mengkondisikan siswa agar mau dan mampu menerapkan prinsip sains untuk menghasilkan karya teknologi, disertai pemikiran munculnya dampak positif dan negatif yang mungkin timbul dari produk teknologi terhadap lingkungan dan masyarakat, serta isu-isu yang timbul di masyarakat sesudahnya untuk mengkaji kembali sains dan produk teknologi.
6. Belajar sains sebagai upaya membangun pemahaman dengan mempertimbangkan pengalaman dan pikiran yang sudah dimiliki siswa yang cenderung naif dan miskonsepsi.
7. Belajar sains adalah perubahan pembelajaran model ‘indoktrinasi’ menjadi pembelajaran model ‘pemberdayaan’ atau minimal model ‘pengkondisian’. Belajar sains adalah perubahan pembelajaran dengan fokus ‘guru mengajar’ menjadi pembelajaran dengan fokus ‘siswa belajar’.
8. Belajar sains bukan hanya ditujukan untuk anak pandai melainkan untuk semua siswa dengan beragam kemampuan.
9. Belajar sains adalah membantu siswa dalam mengembangkan sejumlah keterampilan ilmiah untuk memahami perilaku/gejala alam, meliputi keterampilan mengamati dengan semua indera, menggunakan alat dan bahan, merencanakan eksperimen, mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, melakukan percobaan, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan temuan dengan bahasa yang sesuai untuk keperluan itu.
10. Belajar sains adalah mengajak siswa memikirkan berbagai sumber sains serta mengambil manfaat darinya.
11. Belajar sains bukan ditentukan oleh didaktik metodik ‘apa yang akan dipelajari’ saja, melainkan pada bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar siswa, berdasarkan pada pemikiran ‘mengapa’ dan untuk apa siswa perlu mempelajari sesuatu tersebut.
12. Belajar sains adalah memberdayakan siswa agar mau dan mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya (learning to do), mampu memahami pengetahuannya berkaitan dengan dunia di sekitarnya (learning to know), dapat membangun pengetahuan dan kepercayaan diri sekaligus membangun jati diri (learning to be), dan memberi kesempatan berinteraksi dengan berbagai kelompok individu yang bervariasi yang akan membentuk kepribadiannya untuk memahami kemajemukan dan melahirkan sifat-sifat positif dan toleran terhadap keanekaragaman dan perbedaan masing-masing individu (learning to live together).
13. Belajar sains adalah untuk memelihara keingintahuan anak, memotivasinya sehingga mendorong siswa untuk mengajukan keragaman pertanyaan seperti ‘apa, mengapa, dan bagaimana’ terhadap obyek dan peristiwa yang ada di alam, yang dapat ditingkatkan menjadi pertanyaan yang menanyakan hubungan ‘bagaimana jika ….’, sehingga sebagai hasil eksplorasi terhadap lingkungan, siswa diharapkan membentuk dirinya dengan sikap seorang ilmuwan cilik. Belajar sains memberi kesempatan siswa sebagai ‘young scientist’ (peneliti muda) yang mempunyai rasa keingintahuan (curiousity) yang tinggi, yang mampu mengajukan pertanyaan, menduga jawabannya, merancang penyelidikan, melakukan percobaan, mengelola dan mengolah data, mengevaluasi hasil, dan mengkomunikasikan temuannya kepada beragam orang dengan berbagai cara yang dapat memberi pemahaman yang baik.
14. Belajar sains melahirkan interaksi antara gagasan yang diyakini siswa sebelumnya dengan suatu bukti baru untuk mencapai pemahaman baru yang lebih saintifik, melalui proses eksplorasi untuk menguji serta menguji gagasan-gagasan baru, dengan melibatkan beragam sikap ilmiah seperti, menghargai gagasan orang lain, terbuka terhadap gagasan baru, berpikir kritis, jujur, kreatif, dan berpikir lateral (berpikir yang tak lazim, di luar kebiasaan, atau yang mungkin dianggap aneh).
15. Belajar sains adalah memulai pelajaran dari ‘apa yang diketahui siswa’, tidak dapat mengindoktrinasi gagasan saintifik supaya siswa mau mengganti dan memodifikasi gagasannya yang non-saintifik menjadigagasan/pengetahuan saintifik, karena arsitek peubah gagasan siswa adalah siswa itu sendiri.
16. Belajar sains adalah menyediakan ‘kondisi’ supaya proses belajar untuk memperoleh konsep yang benar dapat berlangsung dengan baik, dengan kondisi belajar antara lain : diskusi yang menyediakan kesempatan agar semua siswa mau mengungkapkan gagasan, pengujian dan penelitian sederhana, demonstrasi, dan peragaan prosedur ilmiah, dan kegiatan praktis lain yang memberi peluang siswa untuk mempertanyakan, memodifikasi, dan mempertajam gagasannya.
17. Belajar sains adalah melatih siswa sejak dini untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya agar memiliki kemampuan-kemampuan yang bermanfaat bagi kehidupan kelak khususnya setelah dewasa, meliputi : mengidentifikasi dan mengenali masalah; merencanakan penyelidikan; memilih teknik, alat dan bahan; mengorganisasi dan melaksanakan penyelidikan secara sistematik; menginterpretasikan data pengamatan; mengevaluasi prosedur kerja dan menyarankan perbaikan.
18. Belajar sains adalah berubahnya pola pembelajaran yang diawali dengan Penjelasan Uraian Materi (U) – dilanjutkan Contoh Soal ( C ) — dan Latihan Aneka Masalah (L) menjadi diawali dengan Latihan dengan Masalah (L) – dilanjutkan Penjelasan Materi (U) – dan Contoh Soal ( C ).
19. Belajar sains adalah menyediakan kegiatan pembelajaran yang bermuatan nilai, dengan menumbuhkan sikap ilmiah antara lain sikap ingin tahu, jujur, tekun, terbuka terhadap gagasan baru, tidak percaya tahayul, sulit menerima pendapat yang tanpa disertai bukti, kebiasaan merenung secara kritis, peka terhadap makhluk hidup dan lingkungan.

B. Pendekatan SETS
1. Pengertian pendekatan SETS
Kata SETS (Science Environment Technology and Society) dapat dimaknakan sebagai sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, merupakan satu kesatuan yang dalam konsep pendidikan mempunyai implementasi agar anak didik mempunyai kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking). Pendidikan SETS dapat diawali dengan konsep-konsep yang sederhana yang terdapat di lingkungan sekitar kehidupan sehari-hari peserta didik atau konsep-konsep rumit sains maupun non sains. ( Pristiadi Utomo, 2001: 6)
Dalam konteks pendidikan SETS membawa pesan bahwa untuk menggunakan Sains ( S-Pertama ) ke bentuk teknologi ( T ) dalam memenuhi kebutuhan masyarakat ( S-Kedua ) di perlukan pemikiran tentang berbagi implikasinya pada lingkungan ( E ) secara fisik maupun mental. Secara tidak langsung, hal ini menggambarkan arah pendidikan SETS yang realif memiliki kepedulian terhadap lingkungan kehidupan atau system kehidupan ( manusia ) yang memuat juga unsur – unsur SETS selain lingkungan ( E ). Hal ini perlu di tekankan karena ulah manusianya yang memerlukan pendidikan ini untuk di perkenanka. ( Binadja, 1996 : 2 )
Di samping itu di harapkan agar melalui gamabaran pendidikan SETS peserta didik akan membaca akan dapat dengan segera menetahui cakupan pendidikan itu sendiri. Pendidikan SETS di usulkan agar peserta didik dapat mengetahui tiap – tiap unsur SETS dan juga mengerti tentang antar hubungan elemen – elemen ( unsur – unsur ) SETS. Selain itu SETS akan membimbing peserta didik agar berpikir secara global/keseluruhan dan bertindak memecahkan masalah local lingkungan, baik lingkungan local maupun hubungan lingkungan segala sesuatu yang berkaitan dengan masyarakat dan berperan serta  dalam pemecahan masalah internasional sesuai kapasitasnya ( Binadja, 1999 : 2 )
Pendekatan SETS sekurang-kurangnya dapat membuka wawasan peserta didik untuk memahami hakikat pendidikan sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat (SETS) secara utuh. Hal ini ditujukan untuk membantu peserta didik mengetahui sains, perkembangannya dan bagaimana perkembangan sains dapat mempengaruhi lingkungan, teknologi dan masyarakat secara timbal balik. Menurut Binadja (1999: 1) secara mendasar dapat dikatakan bahwa melalui pendekatan SETS diharapkan siswa memiliki kemampuan memandang sesuatu secara terintegratif dengan memperhatikan keempat unsur SETS, sehingga memperoleh pemahaman yang mendalam tentang pengetahuan yang dimiliki.    
Dalam memberikan pengantar Pendidikan SETS kepada peserta didik, setiap guru harus dapat menciptakan variasi pendekatan atau konsep pembelajaran yang disesuaikan tingkat kemampuan maupun obyektivitas dari pendidikan SETS itu sendiri. Perlu diingat bahwa tidak tertutup kemungkinan seorang siswa memiliki peluang lebih besar untuk mengalami sesuatu topik masalah secara lebih nyata dibanding dengan gurunya. Apabila hal itu terjadi, para guru hendaknya tidak merasa berkecil hati, justru merasa lebih tertantang dengan kondisi yang ada untuk belajar lebih keras dan mencoba mendahului kemampuan muridnya dengan tujuan positif. Jangan sampai terjadi karena muridnya diketahui lebih cepat dapat mengakses pengetahuan yang ada, seorang guru menjadi tidak suka atau antipati kepada muridnya. Segi baik lainnya adalah setiap murid secara perorangan dapat mengoptimalkan pengetahuan yang dimilikinya untuk bekerja sama dengan temannya dalam proses Pendidikan SETS. Hal ini mengandung arti murid yang bersangkutan telah belajar bagaimana bersosial masyarakat.
Peserta didik memahami setiap elemen dalam SETS semuanya menyatu, dan mengaplikasikan dalam proses berpikirnya dengan meninjau keterlibatan keempat elemen tersebut dari sisi positif maupun negatif. Pendidikan SETS bermaksud membawa peserta didik untuk mengkorelasikan antara sains, teknologi, lingkungan dan masyarakat. Contohnya, produk-produk teknologi yang mendukung sains. Dampak positif maupun negatif teknologi, sains terhadap masyarakat atau lingkungan. Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan sains dan penciptaan teknologi serta perlakuannya terhadap lingkungan. kemampuan lingkungan dalam penyediaan kebutuhan masyarakat, penciptaan teknologi dan pengembangan sains. Hal-hal itulah yang dimaksudkan dalam Pendidikan SETS. Terhadap peserta didik, tentunya sebatas pada kemampuan kognitif, penalaran dan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Sehingga dalam pendidikan SETS, peserta didik benar-benar learning to knowlearning to dolearning to belearning to live together.
2.      Konsep Pendidikan SETS
Sejarah membuktikan bahwa kehidupan di masa lalu beserta pendidikan generasi mudanya sama sekali tidak memperhatikan lingkungan sekitar. Setiap produk yang dihasilkan baik teknologi maupun sumber daya manusianya berlomba-lomba untuk mengeksplorasi kekayaan bumi tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkan di masa yang akan datang. Setelah berbagai masalah dalam kehidupan yang disebabkan oleh kerusakan bumi begitu menggejala, barulah sebagian negara, beberapa lembaga swadaya masyarakat dan aktivis pecinta lingkungan hidup bersuara.
Sejak itulah dalam dunia pendidikan mulai diintegrasikan pendidikan berwawasan lingkungan, misalnya Pendidikan bervisi STS (Science Technology Society) berarti pendidikan bervisi Sains Teknologi dan Masyarakat, Pendidikan bervisi EE (Environmental Education) berarti pendidikan lingkungan hidup, pendidikan STL (Sciencetific and Technological Literacy) artinya pendidikan berwawasan Sains dan merujuk Teknologi. Beberapa waktu berlalu belum menampakkan hasil optimal dari pengintegrasian visi-visi tersebut dalam pendidikan. Untuk itulah perlu dikembangkan pendidikan bervisi SETS sebagai satu kesatuan Sains, Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat yang tidak boleh dipisahkan.
Disadari bahwa ketergantungan terhadap produk alam untuk keperluan kehidupan sehari-hari masih cukup tinggi. Sehingga tingkat kekayaan alam yang relatif berkurang dibandingkan dengan jumlah manusia yang membutuhkan, semakin memberi dukungan terhadap aplikasi pendidikan bervisi SETS.
Hakekat SETS dalam pendidikan merefleksikan bagaimana harus melakukan dan apa saja yang bisa dijangkau oleh pendidikan SETS. Pendidikan SETS harus mampu membuat peserta didik yang mempelajarinya baik siswa maupun warga masyarakat benar-benar mengerti hubungan tiap-tiap elemen dalam SETS. Hubungan yang tidak terpisahkan antara sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat merupakan hubungan timbal balik dua arah yang dapat dikaji manfaat-manfaat maupun kerugian-kerugian yang dihasilkan. Pada akhirnya peserta didik mampu menjawab dan mengatasi setiap problem yang berkaitan dengan kekayaan bumi maupun isu-isu sosial serta isu-isu global, hingga pada akhirnya bermuara menyelamatkan bumi.
Pendidikan SETS ini dapat mengatasi kelemahan sistem pendidikan klasik dimana peserta didik diajak melaju untuk menyelesaikan materi pelajaran, tanpa diketahui dengan jelas implementasi peserta didik terhadap daya serap materi pelajaran (Apakah materi pelajaran dapat dikuasai keseluruhan atau sebagian, dan kompetensi dasar apa yang sudah dicapai). Sehingga Pendidikan SETS dapat mengantisipasi beberapa hal pokok dalam membekali peserta didik, diantaranya :
1)      Menghindari ‘materi oriented’ dalam pendidikan tanpa tahu masalah-masalah di masyarakat secara lokal, nasional, maupun internasional.
2)      Mempunyai bekal yang cukup bagi peserta didik untuk menyongsong era globalisasi (AFTA–2003, AFAS–2003, WTO–2010).
3)      Peserta didik mampu menjawab dan mengatasi setiap masalah yang berkaitan dengan kelestarian bumi, isu-isu sosial, isu-isu global, misalnya masalah pencemaran, pengangguran, kerusuhan sosial, dampak hasil teknologi dan lain-lainnya hingga pada akhirnya bermuara menyelamatkan bumi.
4)      Membekali peserta didik dengan kemampuan memecahkan masalah-masalah dengan penalaran sains, lingkungan, teknologi, sosial secara integral, baik di dalam maupun di luar kelas.

3.      Tujuan pendekatan SETS
Dari keterangan – keterangan sebelumnya di harapkan bahwa program SETS sekurang – kurangnya dapat membuka wawasan peserta didik memahami hakikat pendidikan Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat ( SETS ). Secara utuh, pendidikan Sains di tujukan untuk membantu peserta didik mengetahui Sains, perkembanganya dan bagaimana perkembangan Sains dapat mempengaruhi lingkungan, teknologi, dan masyarakat secara timbale balik. ( Binadja, 1999 : 3 )
Fokus pengajaran SETS haruslah mengenai bagaimana cara membuat peserta didik agar dapat melakukan penelidikan untuk mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan Sains, lingkungan, Teknologi, dan masyarakat yang saling berkaitan. Meminta peserta didik melakukan penyelidikan, berarti memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan lebih jauh pengetahuan yang telah mereka peroleh agar mereka dapat menyelesaikan masalah – masalah yang di perkirakan akan timbul di sekitar kehidupannya. Pengajaran SETS tampaknya bukanlah suatu tugas yang ringan bagi guru, tetapi pengajaran ini sangat berguna dan patut di beri perhatian. ( Binadja, 1999 : 4 )
Tujuan utama pendidikan SETS ialah bagaimana membuat agar SEdi TS dapat menolong manusia. Di mana ada persamaan hak bagi seluruh manusia di dunia tanpa membedakan ras dan kekayaan. SETS sesungguhnya harus dapat menolong setiap Negara untuk mencapai kemakmuran bagi seluruh warga negaranya. Tujuan yang ideal ini mungkin sulit di capai tetapi kemungkinanya tetap ada. Sebagaimana kita ketahui bahwa semua manusia mengharapkan kemakmuran untuk kepuasan pribadi. Inilah untuk mencapai kepuasan, dengan mengikuti norma – norma masyarakat.
Dalam memberikan pengantar Pendidikan SETS kepada peserta didik, setiap guru harus dapat menciptakan variasi pendekatan atau konsep pembelajaran yang disesuaikan tingkat kemampuan maupun obyektivitas dari pendidikan SETS itu sendiri. Perlu diingat bahwa tidak tertutup kemungkinan seorang siswa memiliki peluang lebih besar untuk mengalami sesuatu topik masalah secara lebih nyata dibanding dengan gurunya. Apabila hal itu terjadi, para guru hendaknya tidak merasa berkecil hati, justru merasa lebih tertantang dengan kondisi yang ada untuk belajar lebih keras dan mencoba mendahului kemampuan muridnya dengan tujuan positif. Jangan sampai terjadi karena muridnya diketahui lebih cepat dapat mengakses pengetahuan yang ada, seorang guru menjadi tidak suka atau antipati kepada muridnya. Segi baik lainnya adalah setiap murid secara perorangan dapat mengoptimalkan pengetahuan yang dimilikinya untuk bekerja sama dengan temannya dalam proses Pendidikan SETS. Hal ini mengandung arti murid yang bersangkutan telah belajar bagaimana bersosial masyarakat
4. Hubungan timbal balik SETS
Menurut Binadja (1999a: 1) secara mendasar dapat dikatakan bahwa melalui pendekatan SETS diharapkan siswa memiliki kemampuan memandang sesuatu secara terintegratif dengan memperhatikan keempat unsur SETS, sehingga
memperoleh pemahaman yang mendalam tentang pengetahuan yang dimiliki. Pada penelitian ini unsur sains menjadi perhatian utama.
 Namun tidak menutup kemungkinan pada penelitian yang lain unsur lingkungan, teknologi maupun masyarakat yang menjadi perhatian utama. Dengan meletakkan sains sebagai fokus perhatian, seperti yang biasa dilakukan dalam kegiatan pengajaran sains, maka guru sains serta para siswa yang menghadapi pelajaran sains dapat dibawa melihat bentuk keterkaitan sebenarnya dari ilmu yang dipelajarinya (sains) dikaitkan unsur lain dalam SETS.
 Oleh karena itu dalam pengajaran sains seharusnya guru dan siswa dapat mengambil berbagai contoh serta fakta yang ada atau kemungkinan fakta yang dapat dikaitkan secara terpadu dalam pengenalan atau pembelajaran konsep sains yang dihadapi sesuai dengan tujuan pengajaran dan pada saat memungkinkan siswa mengembangkan diri berdasarkan pengetahuan yang dipelajari tersebut. Adapun keterkaitan antara keempat unsure SETS dapat dilihat pada gambar 1.





Text Box: Society
 

           
 


                          
Text Box: Teknologi
 


Diagram di atas hubungan antara unsure SETS, di mana Science menjadi focus perhatian
 
 



Titik berat pembelajaran sains berwawasan SETS adalah mengaitkan antara konsep sains yang dipelajari dengan keberadaan serta implikasi konsep tersebut pada lingkungan, teknologi, dan masyarakat dalam konteks SETS (Binadja, 2001: 6). Demikian halnya pembelajaran plantae dengan pendekatan SETS. Guru sedapat mungkin membawa siswa ke arah pemikiran yang menyeluruh (integral) dengan mengaitkan antara materi plantae yang dipelajari dengan keberadaan serta implikasi materi tersebut dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat.   
Pada penelitian ini unsur sains menjadi perhatian utama. Namun tidak menutup kemungkinan pada penelitian yang lain unsur lingkungan, teknologi maupun masyarakat yang menjadi perhatian utama. Dengan meletakkan sains sebagai fokus perhatian, seperti yang biasa dilakukan dalam kegiatan pengajaran sains, maka guru sains serta para siswa yang menghadapi pelajaran sains dapat dibawa melihat bentuk keterkaitan sebenarnya dari ilmu yang dipelajarinya (sains) dikaitkan unsur lain dalam SETS. Oleh karena itu dalam pengajaran sains seharusnya guru dan siswa dapat mengambil berbagai contoh serta fakta yang ada atau kemungkinan fakta yang dapat dikaitkan secara terpadu dalam pengenalan atau pembelajaran konsep sains yang dihadapi sesuai dengan tujuan pengajaran dan pada saat memungkinkan siswa mengembangkan diri berdasarkan pengetahuan yang dipelajari tersebut. Adapun keterkaitan antara keempat unsur SETS dapat dilihat pada gambar 2.

Text Box: Science
 

           
 


                          
Text Box: Teknologi
 



Diagram di atas hubungan antara unsure SETS, di mana lingkungan menjadi focus perhatian
 
 



Dari gambar di atas lingkungan ( environment ) di ungkapkan sebagai pusat perhatian pada masa itu. Akan tetapi itu bukan merupakan gambaran satu – satunya. Unsur – unsur SETS itu sendiri menggambarkan dominasi setara antara Sains, lingkungan, Teknologi dan masyarakat, maka secara tiga dimensi gambaran tersebut dapat di ungkapkan sebagai satu piramida tiga sisi. Di sana masing – masing unsur SETS di anggap berada di sudut – sudut piramida. Titik berat pembelajaran sains berwawasan SETS dan serta implikasi konsep tersebut pada lingkungan, teknologi, dan masyarakat dalam konteks  SETS.(Binadja, 2001: 6).
Tumbuhan  merupakan mata pelajaran yang diberikan pada siswa kelas x  semester dua. Pada penelitian ini obyek penelitian adalah siswa semester II Jurusan IPA dengan jumlah siswa sekitar 43 orang siswa.Tujuan pemberian mata pelajaran tumbuhan yaitu agar siswa dapat mengetahui dan menjelaskan sifat dan bagian-bagian tumhuahan sehingga mahasiswa dapat mengembangkan, menganalisis persoalan, mencandra tumbuhan dan mengaplikasikan dengan bidang lain yang terkait.
Pembelajaran Plantae dari tahun ke tahun terlihat monoton di dalam ruang kelas yang terbatas. Sementara lingkungan sekitar sekolah hanya menyediakan sedikit lahan dan terbatas koleksi tanamannya untuk menunjang proses pembelajaran plantae. Untuk itu perlu dicari alternative pembelajaran di luar ruangan atau di luar lingkungan sekitar sekolah dengan memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada agar materi yang diberikan kepada siswa lebih bermakna, aplikatif dan siswa dapat memanfaatkan plantae secara optimal di lapangan sesuai perkembangan yang ada di masyarakat.Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pembelajaran plantae adalah dengan menggunakan pendekatan SETS (Science Environment Technology and Society) dengan menggunakan beberapa metode pembelajaran.
Pendekatan SETS adalah suatu pendekatan yang menghubungkan ilmu pengetahuan yang diajarkan guru dan biasanya dilakukan di kelas dengan keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya, teknologi yang terkait dan dampaknya pada masyarakat. Pendekatan SETS ini didukung dengan beberapa metode pembelajaran agar lebih optimal dalam meningkatkan pembelajaran plantae pada siswa.Beberapa metode pembelajaran yaitu metode ceramah dan observasi lapangan, metode ceramah dan diskusi ilmiah, Metode ceramah dan praktikum & ceramah konvensional. Dengan pendekatan SETS yang didukung beberapa metode pembelajaran diharapkan dapat menyelesaikan masalah pembelajaran plantae selama ini dan menciptakan suasana yang menyenangkan pada saat pembelajaran sehingga meningkatkan ketertarikan, perhatian serta keaktifan siswa dan pada akhirnya siswa mampu memahami materi pembelajaran plantae yang disampaikan.

5.Pendekatan SETS dan non SETS
Penggunaan pendekatan SETS dalam pembelajaran mendorong siswa aktif dan kreatif mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapkan pada mereka. Siswapun menjadi tahu bahwa pada saat yang bersamaan masyarakat di lingkungan mereka sedang mengalami permasalahan yang harus segera diselesaikan. Oleh karena itu, siswa setiap saat harus peka terhadap lingkungan dan masyarakat dengan selalu mengikuti informasi-informasi baik melalui media massa maupun media elektronik karena dalam pendekatan SETS lebih mengutamakan agar siswa memperoleh kegiatan pembelajaran dan bukan pengajaran serta mengambil pengalaman siswa dalam proses pembelajaran sebagaimana diungkap oleh Binadja (1999b: 4). Saat belajar, siswa perlu terbiasa   berpikir dan bertindak secara menyeluruh dengan mengaitkan materi sains dengan
unsur lain dalam SETS.
Penggunaan pendekatan NONSETS dalam pembelajaran sebenarnya sudah umum terjadi di sebagian besar sekolah. Pada pembelajaran dengan pendekatan NONSETS, pembelajaran lebih menekankan pada penguasaan materi pokok dalam bentuk konsep sains tanpa mengaitkan dengan kenyataan hidup sehari-hari siswa. Padahal konsep sains yang dipelajari siswa sebenarnya sangat terkait dengan lingkungan di sekitar siswa, teknologi, masyarakat maupun kehidupan sehari-hari siswa.
 Pembelajaran ini menuntut siswa dapat menguasai konsep sains secara lebih mendalam sehingga sebagian besar waktu pembelajaran digunakan guru untuk menjelaskan seluruh materi dalam bentuk konsep sains kepada siswa dengan menggunakan metode ceramah bermakna, diskusi informasi dan penugasan. Penugasan yang diberikan guru pada kelompok NONSETS pun cenderung lebih menekankan pada pemahaman konsep sains. Siswa perlu menggali informasi lebih banyak melalui buku-buku pelajaran meskipun buku – buku pelajaran yang digunakan tidak mengandung muatan SETS.
 Guru sangat menganjurkan siswa dapat mengerjakan soal-soal latihan sehingga pemahaman siswa mengenai konsep sains dalam hal ini tumbuhan lebih mendalam.Melalui pendekatan NONSETS, guru tidak mengajak siswa ke arah pemikiran yang menyeluruh (komprehensif) dan kreatif dalam mengaitkan antara materi sains (tumbuhan ) dengan keberadaan serta implikasi materi tersebut terhadap lingkungan, teknologi dan masyarakat akibatnya siswa tidak memiliki kamampuan memandang sains secara terintegratif dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat. Siswa cenderung belajar menganalisis materi pokok dalam bentuk konsep sains tanpa menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Kegiatan pembelajaran siswa cenderung pasif, hanya menerima informasi dari guru. Siswa kurang menyadari bahwa sebenarnya konsep sains yang mereka pelajari sangat terkait erat dengan kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat yang menempati lingkungan tertentu.
6.   Cakupan pendidikan SETS
Pendidikan SETS akan mencakup topik dan konsep yang berhubungan dengan Sains, lingkungan, teknologi dan hal – hal yang berkenaan dengan masyarakat. Inti tujuan SETS adalah agar pendidikan ini dapat membuat pelajar/siswa mengerti unsur-unsur utama SETS serta keterkaitan antar unsure tersebut pada saat mempelajari sains. Dengan kata lain di perlukan pemikiran yang kritis untuk belajar setiap elemen SETS dengan memperhatikan berbagai keterhubungan anatara unsur-unsur SETS tersebut. .(Binadja, 2001: 13).
Pendidikan SETS bukan suatu hal yang mengada – ngada. SETS membahas tentang hal – hal nyata yang dapat di pahami, dapat di lihat dan di bahas. Apabila kita membicarakan unsur – unsure SETS secara terpisah ini berarti bahwa kita sedang memberi perhatian khusus pada unsure SETS tersebut. Selanjutnya dari unsur ini kita mencoba menghubungkan keberadaan konsep sains dalam semua unsur SETS agar kita bisa mendapatkan gambaran umum dari peran konsep tersebut dalam unsur – unsur SETS yang lainnya itu. Apabila kita dapat melihat semua unsur itu dari luar, maka kita akan menyadari betapa pentingnya menggabungkan pecahan unsur – unsur tersebut untuk mendapatkan konsep total tentang SETS. .(Binadja, 2001: 14).
Bagi guru – guru yang sedang mengikuti training garis – garis besar tentang SETS di bawah ini dapat di usulkan untuk di berikan di kelas yaitu sebagai berikut.
1.      Arti penting dari SETS
2.      Hakikat, cakupan, tujuan dan proses SETS
3.      Nilai-nilai dan pendidikan SETS
4.      Riset yang berkaitan dengan SETS
5.      Isu-isu khusus dan topik – topik yang berkaitan dengan SETS
6.      Hubungan antar SETS
7.      Pendekatan/Strategi/Teknik dalam pengajaran SETS yang  di sesuaikan dengan tingkat pendidikan yang menekankan pada pemecahan masalah dan pengambilan keputusan
8.      penilaian atas pencapaian peserta didik dalam pendidikan SETS pada tingkatan yang di maksud.
9.      Teknik tertentu dalam pendidikan SETS untuk pendidik.
Kegiatan untuk tingak sekolah bergantung pada jenjang pendidikan siswa. Topik  – topik di atas yang menyangkut isi SETS di luar materi pengajaran di persiapkan oleh guru sesuai dengan jenjang pendidikan siswa.
Kita harus ingat bahwa topik – topik tentang pendekatan , strategi mengajar SETS, penilaian terhadap hasil belajar  peserta didik dalam pendidikan SETS, tipe riset yang sesuai dengan pendidikan SETS atau bentuk kegiatan. Guru harus sangat hati – hati dalam memilih masalah – masalah khusus atau topik – topik yang berhubungan dengan SETS yang ingin di ajarkan kepada siswa.
Untuk siswa hal yang perlu di ajarkan adalah : .(Binadja, 2001: 15).
  1. Menghubungkan konsep Sains yang di pelajari dengan unsure lain dalam SETS.
  2. Penekanan hendaknya di berikan pada nilai pendidikan SETS
  3. Penerapan konsep sains pada bidang teknologi dengan mengikuti urutan SETS.
  4. Materi pengajaran yang relevan untuk STS atau untuk serta pendidikan lingkungan dapat diadopsi akan tetapi dengan penyesuain seperlunya sehingga memenuhi harapan pendidikan SETS.
Dalam sistem pengenalan konsep – konsep SETS yang perlu di perkenalkan di harapkan memperhatikan sejumlah hal berikut :
a.       Subjek sains yang ada dalam kurikulum yang di perkenalkan dalam system pendidikan yang ada dengan mempertimbangkan perlunya mengaitkan konsep yang ada ke dalam  unsure SETS yang lain.
b.      Material yang dapat menyentuh minat dalam pengembangan karier di bidang sains.
c.       Berbagai contoh konsep dengan penerapannya dalam bentuk teknologi serta berbagai dampaknya, positif atau negative terhadap lingkungan maupun masyarakat, serta pada bidang teknologi itu sendiri.
d.      Penyajian materialnya hendaknya mengikuti urutan dari prasyarat ke yang utama. Material STS serta pendidikan lingkungan dapat di perkenalkan asalkan topik yang di ajarkan itu relevan dengan topik SETS yang di perkenalkan.
Sedangkan untuk siswa non Sains, yang belum di perkenalkan SETS yang perlu di pelajari oleh para siswa hendaknya memperhatikan hal – hal berikut :
1.            Sebaiknya di perkenalkan subjek sains yang telah ada di dalam kurikulum kepada peserta didik non sains yang di perkenalkan tersebut dengan unsur lingkungan, teknologi dan masyarakat.
2.            Di berikan mata pelajaran yang dapat menyentuh rasa kepedulian tentang keberadaab sains.
3.            penyajian materialnya hendaknya memgikuti urutan dari prasyarat ke yang utama.
4.            Bila SETS di perkenalkan melalui subjek yang berbeda, hendaknya peserta didik dapat segera mengetahui apa yang sedang di perkenalkan melalui materi pengajaran yang relevan.
7. Ciri – ciri pendekatan SETS
1)      Tetap memberi pengajaran sains
2)      Murid di bawa ke situasi untuk memanfaatkan konsep sains ke bentuk teknologi untuk kepentingan masyarakat.
3)      Murid di minta untuk berfikir tentang berbagai kemungkinan akibat yang terjadi dalam proses penstranferan sains tersebut ke bentuk teknologi.
4)      Murid di minta untuk menjelaskan keterkaitan antar unsure sains yang di bincangakan dengan unsur – unsur lain dalam SETS yang mempengaruhi berbagai keterkaitan antar unsure tersebut.
5)      murid di bawa untuk mempertimbangkan manfaat atau kerugian dari pada menggunakan konsep sains tersebut bila di ubah dalam bentuk teknologi berkenaan.
6)      Dalam konteks konstruktivisme, murid dapat di ajak berbincang tentang SETS dasar yang di miliki siswa bersangkutan dan berbagai macam arah dari berbagai macam titik awal tergantung pengetahuan.
8. Pendekatan SETS yang berhubungan dengan topik – topik sains
Untuk memiliki kemampuan menghubungkan antara topik sains dapat di kaitkan dengan SETS, sebenarnya di perlukan kepekaan seorang guru sains. Setiap kali kita perlu menanyakanya pada diri kita sendiri sejumlah pertanyaan berikut : .(Binadja, 2001: 25).
  1. Apa kegunaan konsep ini untuk masyarakat ?
  2. Apakah akibat pengembangan konsep sains tersebut kepada teknologi ?
  3. Teknologi apa yang di buat dengan konsep sains tertentu ?
  4. Bagaimanakah kesan masyarakat terhadap teknologi yang di kembangkan tersebut ?
  5. Bagaimanakah lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan teknologi dan sains?
  6. Bagaimanakah bentuk pengaruh tersebut terhadap perkembangan sains dan teknologi.
  7. Bagaimanakah masyarakat secara langsung mempengaruhi perkembangan sain dan teknologi.
9. Bahan pembelajaran Pendekatan SETS
Bahan pembelajaran tersebut dapat di bagi menjadi :
  1. bahan pembelajarn tertulis / tercetak
Ø      bahan pembelajaran tertulis / tercetak nyata
Ø      bahan pembelajaran tertulis / tercetak maya
  1. Bahan pembelajaran non tertulis / cetak
Ø      Objek nyata embelajaran
Ø      Objek abstrak pembelajaran
Bahan pembelajaran tertulis / tercetak
Bahan pembelajaran tertulis / tercetak nyata adalah bahan – bahan yang secara nyata berada dalam bentuk tertulis atau tercetak dan dapat di raba dengan indera peraba. Bahan – bahan pembelajaran yang termasuk kelompok ini adalah :
a.       Bahan ajar ( buku teks )
b.      Bahan cetakan lain seperti jurnal, majalah, surat kabar, ensiklopedi tercetak, dan sejenisnya.
Bahan pembelajaran tertulis / tercetak maya adalah bahan – bahan yang secara visual tampak dalam bentuk tertulis atau tercetak. Akan tetapi tulisan /  cetakan itu tak dapat di raba dengan menggunakan indera peraba. Bahan- bahan pembelajaran sperti itu untuk menggunakannya memerlukan perangkat pembaca atau penampil yang seringkali di sebut perangkat pembaca atau penampil yang seringkali di sebut perangkat lunak menggunakan perangkat keras yang sesuai. Bahan – bahan pembelajaran semacam ini dari sumber informasi maya yang sesuai, dan untuk mengaksesnya di perlukan perangkat lunak untuk keperluan pembacaan informasi yang di peroleh.


Bahan Non Tulis / Cetak
Untuk bahan – bahan yang tergolong dalam bahan pembelajaran tidak tertulis atau tercetak, kita dapat memberi penjelasan lebih jauh serta mengambil contoh sebagai berikut :
1. Objek nyata pembelajaran
Objek nyata pembelajaran adalah segala sesuatu yang di pelajari baik karakteristik ataupun sifat – sifat lain. Dari objek itu selanjutnya akan di peroleh pengetahuan, konsep, atau teori baru sebagai penjelas dari objek pembelajaran tersebut. Objek pembelajaran itu tidak selalu dapat di samakan dengan alat Bantu pembelajaran, karena objek pembelajaran adalah sumber di temukannya pengetahuan. Sebaliknya, alat Bantu pembelajaran adalah benda – benda yang kita gunakan untuk membuktikan bahwa konsep yang di pelajari itu dapat di tampilakan melalui keberadaan atau pengetahuan alat Bantu pembelajaran itu. Objek nyata pembelajaran ini dapat berukuran mikro, bahkan nanometer hingga giga meter, tergantung konsep yang ingin di pelajari. Dari informasi ini dapat segera di pahami bahwa virus, bakteri, jamur, makanan kaleng, pohon, kambing, kuda, fosil dinosaurus, dll. .(Binadja, 2001: 2).

2. Objek abstrak pembelajaran
Objek abstrak pembelajaran adalah objek pembelajaran yang tidak dapat di kenal dengan indera fisik peraba, perasa, pencium, pembau, maupun pendengar. Namun demikian objek itu ada dan dapat di pelajari. Bukan karena jauh atau dekat, akan tetapi karena objek itu ada sebagai benda maya. Contoh objek abstrak pembelajaran adalah pengetahuan kognitif, seperti matematik, bahasa, kesenian, budaya, dan seterusnya.
10.        Kesesuaian kecukupan bahan pembelajaran
Dalam pembelajaran bervisi dan berpendekatan SETS kesuaian tersebut dengan sendirinya juga perlu di kaitkan dengan keberadaan informasi menyeluruh keterkaitan antar konsep pembelajaran yang ingin di perkenalkan kepada peserta didik dalam konteks SETS, sebagai berikut : .(Binadja, 2001: 5).

-          bahan pembelajaran sains bervisi dan berpendekatan SETS dengan topik tertentu  yang sesuai untuk janjang SD, tentu berbeda dengan untuk jenjang SMP, maupun SMA dan yang sederajat.
-          Bahan pembelajaran agama bervisi dan berdekatan SETS dengan topic tertentu yang sesuai untuk jenjang SD tentu berbeda dengan jenjang SMP maupun SMA yang sederajat.
-          Dan seterusnya

C. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah seperangakat kegiatan, teruatama kegiatan mental intelektual, muali dari kegiatan yang paling sederhana sampai kegaiatan yang rumit. ( W.Gulo, 2002 : 73 ). Pada tahap pertama, kegiatan ini tampak seperti kegiatan fisik dalam arti kegiatan melihat, mendengar, meraba, dengan alat – alat indera manusia. Kegiatan ini di lakukan untuk melakukan kontak dengan stimulus atau bahan yang di pelajari. Akan tetapi, kegiatan belajar tidak terhenti sampai di sini. Proses melihat tidak terhenti pada telinga, tetapi di terusakan pada struktur kognitif orang yang bersangkutan.
Belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata , proses situ terjadi pada diri seseorang yang sedang mengalami belajar. Jadi yang dimaksud dengan belajar bukan tingkah laku yang nampak, tetapi proses terjadi secara internal di dalam diri indvidu dalam mengusahakan memperoleh hubungan- hubungan baru. Agar belajar dapat diperoleh hasil yang baik, siswa harus mau belajar sebaik mungkin. Supaya mereka mau belajar dengan baik yaitu belajar dengan baik dan teratur secara sendiri- sendiri, kelompok dan berusaha memperkaya bahan pelajaran yang diterima di sekolah dengan bahan pelajaran ditambah dengan usaha sendiri.
Belajar dengan baik dapat diciptakan , apabila guru dapat mengorganisir belajar siswa, Sehingga minat dan motivasi belajar dapat ditumbuhkan dalam suasana kelas yang menggairahkan Tugas siswa mengorganisir terletak pada si pendidik, oleh sebab itu bagaimana cara membantu si pendidik dalam menggunakan alat pelajaran yang ada. Belajar merupakan aktivitas atau usaha perubahan tingkah laku yang terjadi pada dirinya atau diri individu.
 Perubahan tingkah laku tersebut merupakan pengalaman- pengalaman baru. ( Ratna Wilis Dahar, 1989 : 11 ).Dengan belajar individu mendapatkan pengalaman- pengalaman baru. Perubahan dalam kepribadian yang menyatakan sebagai suatu pola baru dan pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Untuk mempertegas pengertian belajar penulis akan memberikan kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses lahir maupun batin pada diri individu untuk memperoleh pengalaman baru dengan jalan mengalami atau latihan.
2. Pengertian Prestasi Belajar
Kata “prestasi belajar” menurut Lukman Ali ( 1996 : 787 ) adalah hasil yang telah di capai ( dari yang telah di lakukan, di kerjakan, dan sebagainya ). Prestasi mencerminkan sejauhmana siswa telah dapat mencapai tujuan yang telah di tetapkan di setiap bidang studi. Gambaran prestasi siswa bisa di nayatakan dengan angka ( 0 s/d 10 ) ( Suharsimi Arikunto, 1993 ). Dari dua defenisi tersebut dapat di simpulkan bahwa prestasi adalah hasil maksimal yang telah di capai dari suatu usaha.
Sudah dijelaskan dimuka bahwa yang dimaksud dengan prestasi adalah hasil yang telah dicapai. Dengan demikian prestasi adalah hasil yang telah dicapai oleh seseorang setelah melakukan suatu pekerjaan / aktivitas tertentu. Jadi prestasi adalah hasil yang telah dicapai oleh karena itu semua individu dengan adanya belajar hasilnya dapat dicapai. Setiap individu menginginkan hasil yang sebaik mungkin. Oleh karena itu setiap individu harus belajar dengan sebaik- baiknya supaya prestasinya berhasil dengan baik. Pengertian dari dua kata prestasi dan belajar atau prestasi belajar berarti hasil belajar, secara lebih khusus setelah siswa mengikuti pelajaran dalam kurun waktu tertentu.
Berdasarkan penilaian yang dilaksanakan guru di sekolah, maka prestasi belajar dituangkan atau diwujudkan dalam bentuk angka( kuantitatif) dan pernyataan verbal( kualitatif). Prestasi belajar yang dituangkan dalam bentuk angka misalnya 10, 9, 8, dan seterusnya. Sedangkan pretasi belajar yang dituangkan dalam bentuk pernyataan verbal misalnya, baik sekali, baik, sedang, kurang, dan sebagainya.
Adapun defenisi menurut Lukman Ali ( 1998 : 787 ) prestasi belajar adalah pengusaan pengetahuan atau ketrampilan yang di kembangkan oleh mata pelajaran. Lazimnya di tunjukan dengan milai tes atau angka nilai yang di berikan oleh guru. Dalam pengertian lain yang di maksud dengan prestasi belajar adalah keberhasilan siswa dalam belajar.
Thulus Hidayat (1995: 92) yang memberikan pengertian prestasi belajar adalah kemampuan nyata yang dicapai oleh murid-murid dalam proses belajarnya. Dewa Kehet Setiadi (1994: 2) mendefinisikan “Prestasi merupakan penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan pada mereka, serta nilai-nilai yang tercantum dalam kurikulum”.
Hasil belajar siswa dapat di ketahui melalui evaluasi. Evaluasi berasal dari kata evaluation dalam bahasa inggris dan di serap ke dalam bahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuain lafal Indonesia “ evaluasi “ yang berarti kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu yang selanjutnya informasi tersebut di gunakan untuk menentukan alternative yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan                 ( Suharsimi Arikunto,1993 )
3. Pedoman Cara Belajar
Untuk memperoleh prestasi / hasil belajar yang baik harus dilakukan dengan baik dan pedoman cara yang tepat. Setiap orang mempunyai cara atau pedoman sendiri- sendiridalam belajar. Pedoman atau cara yang satu cocok digunakan oleh seorang siswa, tetapi belum tentu cocok untuk siswa yang lain. Hal ini disebabkab karena mempunyai perbedaan individu dalam hal kemampuan, kecepatan dan kepekaan dalam menerima materi pelajaran. Oleh karena itu tidaklah ada suatu petunjuk yang pasti yang harus dikerjakan oleh seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajar . Tetapi factor yang paling menentukan keberhasilan belajar adalah para siswa itu sendiri. Untuk dapat mencapai hasil belajar yang sebaik- baiknya harus mempunyai kebiasaan belajar yang baik.
4. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Telah dikatakan dimuka bahwa belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian, ilmu pengetahuan. Sampai dimanakah perubahan itu dapat dicapai atau dengan kata lain dapat berhasil baik atau tidaknya belajar itu tergantung pada macam- macam factor. Adapun faktor- faktor itu, dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu: ( Joko Susili M,Yogyakarta: 43)
a. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang kita sebut faktor individu.
b. Faktor yang ada pada luar individu yang kita sebut dengan faktor social.
Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar di atas menunjukkan bahwa belajar itu merupakan proses yang cukup kompleks. Aktivitas balajar individu memang tidak selamanya menguntungkan. Kadang- kadang juga tidakllancar., kadangmudah menangkap apa yang dipelajari, kadang sulit mencerna materi pelajaran. Dalam keadaan dimana anak didik/ siswa dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut kesulitan belajar.



5.Kebiasaan Belajar
Kebiasaan bisa diartikan sebagai hal-hal yang dilakukan berulang-ulang, sehingga dalam melakukan itu tanpa memerlukan pemikiran. Misalnya orang yang terbiasa tidur setelah sholat zhuhur, akan melakukannya setiap hari tanpa begitu memerlukan pemikiran dan konsentrasi yang penuh.
Kebiasaan belajar adalah segenap perilaku siswa yang ditujukan secara ajeg dari waktu-kewaktu dalam rangka pelaksanaan studi di Sekolah.
Perlu diperhatikan bahwa kebiasaan belajar tidaklah sama dengan ketrampilan belajar. kebiasaan belajar adalah perilaku belajar seseorang dari waktu kewaktu dengan cara yang sama, sedang ketrampilan belajar adalah suatu sistem, metode, teknik yang telah dikuasai untuk melakukan studi.
( Suharsimi Arikunto, 1996 : 64 )
Kebiasaan belajar bukan merupakan bakat alamiah yang berasal dari faktor bawaan, tetapi merupakan perilaku yang dipelajari dengan secara sengaja dan sadar selama beberapa waktu. Karena diulang sepanjang waktu, berbagai perilaku itu begitu terbiasakan sehingga akhirnya terlaksana secara spontan tanpa memerlukan pikiran sadar sebagai tanggapan otomatis terhadap sesuatu proses belajar.
Tentu saja kebiasaan belajar adakalanya merupakan kebiasaan belajar yang baik dan kebiasaan belajar yang buruk kebiasaan belajar yang baik akan membantu peserta didik untuk menguasi pelajarannya, menguasai materi dan meraih sukses dalam sekolah. Sedangkan kebiasaan belajar yang buruk akan mempersulit peserta didik untuk memahami pelajarannya dan menghambat kemajuan studi serta menghambat kesuksesan studi di sekolah.
Pembentukan kebiasaan belajar bisa dipengaruhi oleh imitasi dan sugesti. kebiasaan belajar yang baik dapat terbentuk karena lingkungan tempat peserta didik belajar merupakan lingkungan yang sudah terbiasa melakukan aktivitas belajar secara teratur. Kebiasaan ini bisa terbentuk secara tidak sadar sejak kecil melalui imitasi dari keluarga.
Diantara cara membentuk kebiasaan belajar adalah dengan cara berbuat suatu aktivitas belajar walaupun mengalami kesulitan secara terus menerus. Ketika kegiatan ini diulang terus menerus maka akan membentuk tipe belajar yang dikehendaki. Maka terbentuklah suatu kebiasaan belajar sehingga merasa seakan-akan kurang tepat jika melakukan kegiatan lain.
6. Faktor-Faktor Yang Menjadi Kendala Bagi Siswa Dalam Meraih Prestasi
                
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Miranda (2000), Winkel (1986), dan Santrok menyatakan bahwa prestasi belajar siswa ditentukan oleh faktor-faktor berikut:
1. Faktor yang ada pada diri siswa:
a. Taraf intelegensi
b. Bakat khusus
c. Taraf pengetahuan yang dimiliki
d. Taraf kemampuan berbahasa
e. Taraf organisasi kognitif
f. Motivasi
g. Perasaan
h. Sikap
i. Minat
j. Konsep diri
k. Kondisi fisik dan psikis.
2. Faktor-faktor yang ada pada lingkungan sekolah
a. Hubungan antara orang tua;
b. Hubungan orang tua-anak;
c. Jenis pola asuh;
d. Keadaan sosial ekonomi keluarga.
3. Faktor-faktor yang ada di lingkungan sekolah
a. Guru; kepribadian guru; sikap guru terhadap siswa; keterampilan didaktik, dan gaya mengajar.
b. Orgaisasi sekolah;
c. Sistem sosial di skeolah;
d. Keadaan fisik sekolah dan fasilitas pendidikan;
e. Hubungan sekolah dengan orang tua;
f. Loksi sekolah.
Menurut Suharsimi Arikunto ( 1993 : 21 ) membedakan factor-faktor yang mempengaruhi persatasi belajar ada dua jenis yaitu : factor dari dalam diri manusia itu sendiri ( factor internal ) dan factor yang berasal dari luar diri manusia ( factor eksternal ). Factor internal meliputi factor biologis ( usia, kesehatan ) dan factor psikologis ( motivasi, minat dan kebiasaan belajar ). Sedangkan factor eksternal terdiri atas factor manusia ( keluarga, sekolah dan masyarakat ) dan factor non manusia ( udara, suara, dan sebagainya ).
Selain itu factor yang mempengaruhi hasil belajar atas factor luar dan factor dalam. Factor luar terdiri atas lingkungan ( alam dan social ) dan instrumental ( kurikulum, program, sarana dan fasilitas serta guru ). Adapun factor dalam terdiri atas fisiologi ( kondisi fisiologi umum dan kondisi panca indera ) dan psikologi ( minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan kognitif ).       ( Sumadi, 1989 : 7 ).

D. Konsep Tumbuhan
Tumbuhan adalah makhluk hidup yang berinti sel sejati dan mengandung klorofil ( termasuk ganggang, lumut, paku-pakuan, dan tumbuhan biji ) umumnya tidak mampu bergerak, tak memiliki organ saraf atau perasa, dan dinding sel nya terdiri atas selulosa, perkembangbiakannya bergantian secara aseksual seksual. ( Kamus Biologi, 2004 : 486 )
Pembahasan tumbuhan tidak terlepas dari dari ciri – ciri tubuh yang di milkinya, reproduksi, klasifikasi, serta perananya bagi kehidupan. ( Pratiwi,, dkk. 2007 : 146)
Sub pokok bahasan yang terdapat dalam konsep tumbuhan adalah sebagai berikut :
1.      Tumbuhan Lumut
a. Ciri- ciri tubuh :
-          sel – sel penyusun tubuhnya telah memiliki dinding sel yang terdiri dari selulosa.
-          Terdapat persamaan bentuk gametangiumnya ( anteridium maupun arkegoniumnya )
-          Batang dan daun lumut tegak dan memilki susunan yang berbeda – beda.
-          Rizoid tampak seperti benang – benang.
b.Reproduksi
Reproduksi lumut bergantian antara seksual dan aseksual.
c. klasifikasi
- lumut daun ( Bryophyta )
- lumut hati ( Hepaticophyta )
- lumut tanduk ( Anthocerotophyta )
d. Peranan lumut bagi kehidupan
- untuk mengobati hepatitis
- sebagai pembalut atau penganti kapas
2. Tumbuhan paku
a. Ciri- ciri tubuh :
Terdapat akar, batang, daun. Tumbuhan paku memilki kormus, bermetagenesis dan hidup di tempat lembab.

b.Reproduksi
Tumbuhan paku dapat bereproduksi secara aseksual ( vegetatif ) yakni dengan stolon yang mengasilkan gemma ( tunas ). Gemma adalah anakan pada tulang daun atau kaki daun yang mengandung spora.
c. klasifikasi
- psilotophyta
- lycophyta
- sphenophyta
- Pterophyta
d. Peranan paku bagi kehidupan
- Sebagai tanaman hias
- Penghasil bahan obat – obatan
- Sebagai bahan pupuk hijau
- dll
e. Habitat
Habitat tumbuhan paku di darat, ada beberapa yang beradaptasi hidup di lingkungan berair.
3. Tumbuhan biji
Tumbuhan biji menunjukan keanekaragaman struktur, pertumbuhan, dan proses – proses perkembangbiakan yang sungguh mengagumkan, dan mempunyai ciri – ciri umum :
-          Struktur perkembanbiakan yang khas adalah biji yang di hasilkan oleh bunga ataupun runjung.
-          Sperma atau sel kelamin jantan menuju ke sel telur atau sel kelamin betina.
-          Tumbuhan biji mempunyai jaringan pembuluh yang rumit.
-          Tumbuhan biji memiliki pigmen hijau ( klorofil ) yang penting untuk fotosintesis.
Tumbuhan biji di bagi menjadi dua :
  1. Tumbuhan biji terbuka ( Gymnospermae )
  2. Tumbuhan biji tertutup ( Angiospermae )
Tumbuhan biji mempunyai akar, batang, dan daun sejati. Kelompok tumbuhan ini mempunyai jaringan pembuluh yang kompleks dan alat perkembangbiakannya berupa bunga.


















BAB III
METODE PENELITIAN

D.          Waktu dan tempat penelitian
1. Waktu penelitian
Penelitian ini di laksanakan selama dua bulan, di mulai dari tanggal 1 maret sampai tanggal 30 April 2009. penelitian ini di laksanakan pada saat proses belajar mengajar ( KBM ) berlangsung yaitu pada saat mata pelajaran biologi di SMA Negeri I Haurgeulis.
2.      Tempat penelitian I Haurgeulis
Penelitian ini di lakukan di kelas x SMA Negeri , yang terletak di Desa sukajati kecamatan Haurgeulis.
B.           Kondisi Umum Wilayah penelitian
Secara Geografis SMA Negeri I Haurgeulis berada di sebelah barat kecamatan Haurgeulis yang tepatnya di Desa Sukajati Kecamatan Haurgeulis kabupaten Indramayu. SMA Negeri I Haurgeulis di batasai oleh beberapa wilayah yaitu di antaranya :
1.Sebelah Barat di batasi oleh Desa Wanakaya Kecamatan Haurgeulis
2.Sebelah Timur di batasi oleh Desa Sukahati Kecamatan Haurgeulis
3.Sebelah Utara di batasi oleh Desa Kertanegara Kecamatan Haurgeulis
4.Sebelah Selatan  di batasi oleh Desa Mandirancan Kecamatan Haurgeulis
Selain itu SMA Negeri I Haurgeulis terletak di tengah – tengah sawah di mana jauh dari kebisingan dan polusi kendaraan sehingga cukup nyaman untuk kondisi belajar. Sekolah ini merupakan sekolah Negeri satu-satunya di kecamatan Haurgeulis, sehingga keberadaanya menunjang masyarakat di sekitarnya untuk menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut.
C.Langkah langkah pelaksanaan penelitian
1.      Sumber  data
a.       Sumber data reoritis
Sumber data teoritis ini di peroleh dari buku – buku pustaka yang relevan sesuai dengan kajian penelitian yang penulis lakukan yaitu mengenai Pendekatan SETS dan hasil belajar siswa.
b.   Sumber data empirik
Data empirik ini di peroleh berdasarkan pengamatan dan penelitian langsung di SMA Negeri I Haurgeulis. Adapun sumber data tersebut adalah Kepala sekolah, Guru bidang Studi dan siswa siswi SMA Negeri I Haurgeulis kelas x.
2.      Populasi dan Sampel
a.       Populasi
Populasi penelitian menurut Suharsimi (1998:115) adalah keseluruhan subjek penelitian. Sedangkan menurut Sutrisno Hadi (1984:70) populasi penelitian adalah seluruh individu yang akan dikenai sasaran generalisasi dan sampel-sampel yang akan diambil dalam suatu penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas I SMA Negeri I Haurgeulis.
Menurut Margono ( 1997 : 118 ) populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto ( 1997 : 108 ), bahwa yang di maksud dengan populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Dari kedua pendapat di atas, dapat di simpulkan bahwa yang di maksud dengan populasi yaitu kumpulan semua hal yang ingin di ketahui dalam penelitian.
b.      Sampel
       Ukuran Sampel
Menurut Bailey (dalam Hasan hal 60, 2002) menyatakan bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan analisis data satistik, ukuran sampel yang paling minimum adalah 30. Penentuan jumlah sampel juga dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut: ( http://www.daneprairie.com. )
dimana
N : Jumlah populasi
n : Ukuran sampel
e : Persen kelonggaran ketidaktelitian karena
kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir.

        Sampel penelitian menurut Suharsimi (1998:117) adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dalam penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan sampel random dengan sistem undian dengan maksud agar setiap kelas mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel dalam penelitian. Adapun tekniknya dengan mengundi gulungan kertas sejumlah kelas yang didalamnya tertulis nomor kelas, sehingga didapatkan satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol.
Menurut Margono ( 1997 : 121 ). Yang di maksud dengan sampel adalah sebagian dari populasi. Masalah sampel dalam suatu penelitian timbul di sebabkan hal berikut :
-          Penelitian bermaksud mereduksi objek penelitian sebagai akibat dari besarnya jumlah populasi, sehingga harus meneliti sebagian saja dari populasi.
-          Penelitian bermaksud mengadakan genereralisasi dari hasil – hasil penelitianya, dalam arti mengenakan kesimpulan – kesimpulan objek, gejala, atau kejadian yang lebih luas.

3. Teknik pengumpulan data
Untuk memperoleh data dan informasi dari masalah yang diteliti, maka digunakan teknik-teknik pengumpulan data sebagai berikut :
a. Observasi
Hal ini merupakan teknik pengumpulan data yang sederhana dan tidak memerlukan keahlian yang luar biasa, sehingga dengan observasi ini bisa langsung memperoleh data yang diperlukan sesuai dengan objek yang diteliti, yakni observasi (pengamatan langsung) proses kegiatan belajar mengajar guru di kelas.
b.Wawancara
             Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab yang sistematis dan face to face (Sari Iman Asy’ari, 1981:87).
Penggunaan teknik wawancara ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang data pribadi guru mata pelajaran SKI dan prestasi belajar siswa. Daftar wawancara yang dibuat adalah sebagai data pendukung untuk melengkapi informasi tentang penggunaan jenis-jenis metode mengajar guru Madrasah Tsanawiyah Negeri Kadugede.
c. Angket
Angket adalah suatu teknik dalam penelitian dengan cara mem-bagikan brosur pertanyaan yang tertulis (Winarno Surakhmad, 1978: 240).
Teknik ini dilakukan dengan cara membagikan pertanyaan tertulis kepada guru dan siswa, untuk menilai keadaan siswa yang diteliti.
d. Metode Dokumentasi
Suharsimi Arikunto (2002 : 135)  memberikan batasan tentang metode dokumentasi sebagai berikut : “Dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya”.
Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data kemampuan awal siswa, guna tes kesamaan kemampuan awal sebelum dilakukan perlakuan eksperimen. Dokumen yang dipakai adalah nilai ulangan akhir semester kelas III semester genap.
e. Metode Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. (Suharsimi Arikunto, 2002:127).
Dalam penelitian ini metode tes digunakan untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa. Dalam penelitian ini penulis menggunakan tes objektif ( pilihan ganda ) mata pelajaran biologi, dengan jumlah soal sebanyak 40 butir soal.
f. Metode Interview

Interview (wawancara) adalah suatu proses memperoleh keterangan atau informasi untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka dengan responden dan si peneliti. Sebelum melakukan wawancara terlebih dahulu peneliti membuat daftar pernyataan yang akan diajukan kepada nara sumber yaitu kepala sekolah, guru dan siswa. Metode ini digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan informasi dari kepala sekolah, guru dan orang tua siswa atau wali murid.

4.Prosedur Penelitian
Langkah-langkah operasional penelitian meliputi tahap persiapan, tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap observasi, dan evaluasi, serta tahap analisis dan tahap tindak lanjut.
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi
a. Permintaan izin kepada Kepala Sekolah dan Guru SMA Negeri 1 Haurgeulis
b. Observasi untuk mendapatkan gambaran awal tentang SMA Negeri 1 Haurgeulis.
2. Tahap Perencanaan
            Pada tahap ini yang dilaksanakan adalah menyusun instrumen-instrumen penelitian yan akan digunakan dalam penelitian yang akan dilaksanakan.
3. Tahap Pelaksanaan
           Hal-hal yang dilaksanakan dalam tahap pelaksanaan adalah implementasi pendekatan SETS serta angket ranah kemampuan afektif yang telah disusun.
4. Tahap Observasi dan Evaluasi
            Pada tahap ini yang dilaksanakan adalah menjadi guru pengajar juga pengamat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Fokus pengamatan ditekankan pada implementasi metode pembelajaran dan kemampuan afektif siswa.
5.      Tahap Analisis
           Proses yang dilaksanakan adalah analisis data penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan. Hal ini bisa dilihat dari hasil evaluasi yang dilaksanakan dengan tes objektif ( pada tes akhir ) dan dari pengisian soal angket.
6.  tahap pembuatan laporan  
                pada tahap ini penulis melakukan penyusunan laporan yang kemudian di masukan ke dalam hasil penelitian
5. Analisis data
Sebelum digunakan untuk pengumpulan data instrument tes dan angket diujicobakan di luar populasi untuk selanjutnya dilakukan analisis instrument Uji coba instrument akan dilaksanakan di SMA Negeri 1 Haurgeulis.
Dalam penelitian ini harus memenuhi beberapa persyaratan analisis yaitu :
a.      Uji Validitas
Suharsimi Arikunto (2002: 144) menyatakan : Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat valid dari suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid mempunyai   validitas yang tinggi. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur  apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.
Adapun yang digunakan untuk menguji validitas tes adalah korelasi product moment. Suatu instrumen tes dikatakan valid jika koefisien korelasi antara skor tiap-tiap item lebih besar dari kooefisien korelasi tabel (rxy > rTabel­).
(Suharsimi Arikunto, 1992 : 69)
dimana :
rxy           = kooefisien korelasi
X            = nilai hasil ujian
Y            = Skor total seluruh responden
N            = Banyak siswa
Nilai hasil perhitungan dikonsultasikan ke tabel harga kritik product moment sehingga dapat diketahui signifikan tidaknya korelasi tersebut. Jika harga r hitung lebih kecil dari harga kritik tabel maka korelasi tidak signifikan. Jika harga r hitung lebih besar dari harga kritik tabel maka korelasi tersebut signifikan atau instrumen tersebut valid (Suharsimi Arikunto, 1992 : 72).
Koefesien Validitas dapat di kategorikan senagai berikut :
No
Nilai r
interpretasi
1
0,80 < r 1,00
Sangat tinggi
2
0,60 < r 0,80
Tinggi
3
0,40 < r 0,60
sedang
4
0,20 < r 0,40
rendah
5
0,00 < r 0,20
Sangat rendah
6
r 0,00
Tidak valid
( Eman Suherman : 1998 : 144 )
b.            Uji Reliabilitas
Untuk mengetahui reliabilitas soal objektif digunakan rumus :
r11 =
Keterangan :
r11              : Rehabilitas secara keseluruhan.
p                : Proporsi subjek menjawab item dengan  benar
q                : Proporsi subjek menjawab item dengan  salah ( q = p - 1)
pq          : Jumlah hasil perkalian antara p dan q
n                : jumlah item
s                 : Standar deviasi dari tes/ akar dari varian
(Suharsimi Arikunto, 1995:98)
Setelah diperoleh harga r11 kemudian dikonsultasikan  dengan tabel harga r product moment. Apabila harga r11 lebih besar dari harga r tabel maka dikatakan isntrumen tersebut reliabel.
Sedang untuk menghitung variannya di gunakan rumus sebagai berikut :
σ=
Di mana : σ= varian
                 X = Butir soal
                 N  =Banyaknya sampel  ( suharsimi Arikunto, 1998 : 178 )

Nilai r
interpretasi
0,80 < r 1,00
Sangat tinggi
0,60 < r 0,80
Tinggi
0,40 < r 0,60
sedang
0,20 < r 0,40
rendah
0,00 < r 0,20
Sangat rendah
( Eman Suherman : 1998 : 144 )

c.       Tingkat Kesukaran
Taraf kesukaran soal menyatakan beberapa bagian dari siswa yang dapat menjawab dengan benar suatu butir soal. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya.
Untuk menentukan derajat kesulitan digunakan rumus sebagai berikut:
            P = B / JS
dengan :
P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
Js = Jumlah siswa peserta tes
Kriteria harga P adalah sebagai berikut :
Antara  0,000,30= sukar
Antara 0,300,70= sedang
Antara 0,701,00= mudah
(Suharsimi Arikunto.1992 :210)
Sedangkan di bagian lain Suharsimi (1998:170-171) menerangkan reliabilitas adalah instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen itu sudah baik. Instrumen yang reliable berarti instrumen tersebut cukup baik sehingga mampu mengungkap data yang bias dipercaya. Dalam penelitian ini untuk mengukur reliabilitas instrumen digunakan rumus Spearman-Brown sebagai berikut:
dengan keterangan:
r11           : reliabilitas  instrumen
r1/21/2    :  rxy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua belahan instrumen
d.      Daya pembeda
Daya beda adalah kemampuan setiap butir soal untuk memisahkan siswa yang sangat mahir/ pandai dari siswa yang kurang mahir. Untuk mengetahui daya beda dari suatu item tes, terlebih dahulu dihitung besarnya proporsi kelompok atas yang menjawab benar dan proporsi kelompok bawah yang menjawab benar. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

dengan = DP = JA - JB
DP = Daya beda
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
 B A = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
B B = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar
Kriteria harga D adalah sebagai berikut :
Antara 0,00- 0,20 = Buruk

Antara 0,21- 0,40 = Cukup

Antara 0,41- 0,70 = Baik

Antara 0,71- 1,00 = Baik sekali
 
(Suharsimi Arikunto,1992:216)

              Item tes yang digunakan adalah item tes yang memiliki kriteria daya beda buruk  dengan prosentase 53,30 %, item tes dengan kriteria daya beda cukup sebesar 37,78 %, item tes dengan kriteria daya beda baik sebesar 8,89 % dan item tes dengan kriteria daya beda baik sekali sebesar 0 %. Semua kriteria itu tetap dipakai dengan catatan memenuhi syarat kevalidan instrumen.
e.  Uji Prasarat Analisis
Masalah dalam penelitian ini adalah penerapan pendekatan SETS untuk meningktkan prestasi belajar siswa maka Sebelum dilakukan analisis data guna membuktikan hipotesis yang telah diajukan dilakukan pengujian prasarat analisis yang meliputi :

1.      Uji Normalitas
Syarat agar analisis varian dapat diterapkan adalah terpenuhinya sifat normalitas pada distribusi  populasi. Untuk mennguji apakah data yang diperoleh berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak digunakan uji normalitas.
Menurut Suharsimi Arikunto ( 2004 : 255 ) untuk mengiji frekuensi dengan uji chi kuadrat dengan rumus yang di gunakannya yaitu :
dengan : 
Chi kuadrat
      = frekuensi yang di harapkan yaitu hasil kali antara 2 dengan N dengan luas di bawah kurva normal  interval yang bersangkutan
   = frekuensi observasi yaitu banykanya frekuensi dalam tiap kelas interval.
Kriteria pengujian untuk taraf nyata
Membandingkan dengan  dengan cara membandingkan harga dengan derajat kebebasan ( dk ) = k-1 di mana k adalah bannyaknya kelas criteria pengujianya adalah :
Jika = distribusi data tidak normal
Jika = distribusi data normal
1.      Uji korelasi
               Untuk melakukan uji koefesien korelasi sperman, maka harus di buat daftar rank terlebih dahulu, baik untuk variabel pendekatan pembelajaran SETS mengenai prestasi belajar siswa yang kemudian di lanjutkan dengan mencari nilai korelasi koefesien sperman, dengan rumus sebagai berkut :
P =
Ket :
P    = Angka indeks korelasi tata jenjang
1-6 = merupakan bilangan konstanta( tidak boleh bi ubah – ubah )
D  = differencec yaitu perbedaan skor variable Rx ( pendekatan pembelajaran )  dari variable Ry ( hasil belajar ).Jadi D = Rx-Ry.
N  = Number of cases adalah banyaknya siswa yang sedang di cari korelasinya      ( Anas Sudijoyono, 2001 : 219 )

6. Desain  Penelitian
1.      Desain Penelitian
Desain penelitian menurut Mc Millan dalam Ibnu Hadjar (1999:102) adalah rencana dan struktur penyelidikan yang digunakan untuk memperoleh bukti-bukti empiris dalam menjawab pertanyaan penelitian.
Dalam penelitian eksperimental, desain penelitian disebut desain eksperimental. Desain eksperimen dirancang sedemikian rupa guna meningkatkan validitas internal maupun eksternal.

Suharsimi Arikunto (1998:85-88) mengkategorikan desain eksperimen murni menjadi 8 yaitu control group pre-test post test, random terhadap subjek, pasangan terhadap subjek, random pre test post test , random terhadap subjek dengan pre test kelompok kontrol post test kelompok eksperimen, tiga kelompok eksperimen dan kontrol, empat kelompok dengan 3 kelompok kontrol, dan desain waktu. 
Sutrisno Hadi (1982:441) mengkategorikan desain eksperimen menjadi enam yaitu simple randomaized, treatment by levels desaigns, treatments by subjects desaigns, random replications desaigns, factorial designs, dan groups within treatment designs. Sedangkan Ibnu Hadjar (1999:327) membedakan desain penelitian eksperimen murni menjadi dua yaitu pre test post test kelompok kontrol dan post tes kelompok kontrol.
Dalam penelitian eksperimen murni, desain penelitian yang populer digunakan adalah sebagai berikut:
a.            Control Group Post test only design atau post tes kelompok kontrol
Desain ini subjek ditempatkan secara random kedalam kelompok-kelompok dan diekspose sebagai variabel independen diberi post test. Nilai-nilai post test kemudian dibandingkan untuk menentukan keefektifan tretment.
Desain ini cocok untuk digunakan bila pre test tidak mungkin dilaksanakan atau pre tes mempunyai kemungkinan untuk berpengaruh pada perlakuan eksperimen. Desain ini akan lebih cocok dalam eksperimen yang berkaitan dengan pembentukan sikap karena dalam eksperimen demikian akan berpengaruh pada perlakuan.
b.            Pre test post test control group design atau pre tes post tes kelompok kontrol
Desain ini melibatkan dua kelompok subjek, satu diberi perlakuan eksperimental (kelompok eksperimen) dan yang lain tidak diberi apa-apa (kelompok kontrol). Dari desain ini efek dari suatu perlakuan terhadap variabel dependen akan di uji dengan cara membandingkan keadaan variabel dependen pada kelompok eksperimen setelah dikenai perlakuan dengan kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan.
c.             Solomon four group design
Desain ini menuntut penempatan subjek secara random kedalam empat kelompok. Pada kelompok 1 dan 2 diberi pre tes dan post test dan hanya kelompok 1 dan 3 yang dikenai perlakuan eksperimen.Kelemahannya adalah memerlukan subjek dua kali lipat jumlah subjek untuk desain eksperimen.
Pada penelitian ini telah ditetapkan kelompok yang diteliti maka langkah selanjutnya adalah mengadakan perlakuan pada kelompok sampel. Pada proses pembelajaran kedua kelompok memperoleh perlakuan yang berbeda. Kelompok SETS memperoleh pembelajaran dengan pendekatan SETS, sedangkan kelompok NONSETS memperoleh pembelajaran dengan pendekatan NONSETS. Oleh karena itu perubahan yang terjadi pada sampel setelah perlakuan disebabkan oleh perlakuan-perlakuan dalam proses pembelajaran tersebut. Pada akhir pembelajaran kedua kelompok melakukan tes hasil belajar yang digunakan untuk membandingkan kelompok mana yang memiliki hasil belajar yang lebih baik.
Dalam penelitian ini digunakan desain Pre Tes Post Test Control Group. Desain penelitian eksperimen  yang digunakan adalah sebagai berikut:


Kelompok
Pre-test
Perlakuan
Post-test
KE
K – 1
Pendekatan SETS
K –2
KK
K – 1
-
K - 2

Keterangan :
KE       : Kelompok Eksperimen
KK      : Kelompok Kontrol
K-1      : Pre Test
K-2      : Post Test









 sucikan hati,,,seperti sesuci sungaiku,,,yang mengalir dengan nafas keindahan menyelimuti hati,,,,





DAFTAR PUSTAKA

·         Binadja, Achmad. 1999b. Pendidikan SETS (Science, Environment, Technology,and Society) Penerapannya pada Pengajaran. Makalah ini disajikan dalam seminar Nasional pendidikan MIPA.
·         Binadja, Achmad. 2001. Pembelajaran Sains Berdasarkan kurikulum 2004 bervisi dan erpendakatan SETS. Makalah ini disajikan dalam seminar Nasional pendidikan MIPA.Universitas Negeri Semarang.
·         Binadja, Achmad. 1999b. Pendidikan SETS (Science, Environment,   Technology, and Society) Penerapannya pada Pengajaran. Makalah ini disajikan dalam
  • Seminar Lokakarya pendidikan SETS, kerjasama antara SEAMEO
  • RECSAM dan Unnes, Semarang, 14-15 Desember 1999.
·      Darsono, Max, dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP  Semarang.Press ali.
·      Muhammad ali. Guru dalam proses belajar mengajar. 1987.Sinar baru algansindo.bandung.           
·         The Liang Gie, Cara Belajar Yang Efisien,Jilid II (Yogyakarta; Liberty  Yogyakarta, 1995)
·         Budiyono. 2000. Statistik Dasar untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press.
  • Nana Sudjana. 1989. Dasar- dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algesindo.
  • Sanafiah Faisal. 1981. Sosiology Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.
·         Suharsimi Arikunto. 1992. Dasar – dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
·      ________________. 1995. Dasar – dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
·      ________________. 1995. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta


  • Sutrisno Hadi. 1998. Statistik 2, Yogyakarta  : Andi Offset.
·      Winarno Surakhmad. 1986. Metodologi Pengajaran Nasional. Bandung : Jemmars.
  • Winkel, WS. 1984. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Gramedia.
  • Gulo,W. 2002. Strategi belajar mengajar. Jakarta. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia
  • Dahar, Ratna Wilis.1989. Teori – Teori Belajar. Jakarta : Erlangga
  • Pratiwi, D.A, dkk. 2007.Biologi Untuk SMA kelas X. Jakarta : Erlangga
·      Cochran, William. 1991. Teknik Pengambilan Sampel.Jakarta : Universitas Jartarta Press
  • Rifai, Mien A. 2004. Kamus Biologi. Jakarta : Balai Pustaka
  • Taqiyuddin. 2008. Sejarah Pendidikan. Bandung : Mulia Press
  • Margono. 1997. Metodologi penelitian pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
  • Abdul Majid. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Bandung : Rosda Karya.
·      Mulyasa. E. 2004. Implementasi kurikulum 2004. Panduan pembelajaran KBK : Bandung : Remaja Rosdakarya.
  • ( http://ronawajah.wordpress.com/2008/03/11/ )
  • Lukman Ali.1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta : Balai Pustaka
  • Thulus Hidayat.1995. Panduan pembelajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya.
  • Sumadi, Suryabrata. 1989. Psikologi pendidikan. Jakarta : CV Rajawali



da....da....dahhhh,,,,,